KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Atas Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat Rahmat dan HidayahNya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah tentang “ASKEP pada Ny. Y dengan kasus
Inkontinensia Urine” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Pada
makalah ini Penulis membahas tentang “ASKEP pada Ny.Y dengan
kasus Inkontinensia Urine”.
dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa tidak dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sendirinya, sehingga banyak pihak-pihak yang ikut terlibat
dalam pembuatan makalah ini. Maka dari itu penulis ingin
mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah ikut membantu penulis
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah yang
dibuat masih sangat jauh dari kesempurnaan. Sehingga penulis masih sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar penulis dapat memperbaikinya
dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Sekian
kata pengantar dari penulis. Terima Kasih.
BENGKULU, April 2012
DAFTAR ISI
HAL JUDUL...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Tujuan ........................................................................................................................... 1
BAB II KONSEP TEORI
2.1 Inkontinensia Urine....................................................................................................... 2
2.1.1 Pengertian............................................................................................................. 2
2.1.2 Etiologi................................................................................................................. 3
2.1.3 Patofisiologi.......................................................................................................... 3
2.1.4 Manifestasi klinis.................................................................................................. 6
2.1.5 WOC.................................................................................................................... 7
2.1.6 Klasifikasi............................................................................................................. 8
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik....................................................................................... 10
2.1.8 Penatalaksanaan.................................................................................................... 11
2.2 ASKEP Teori................................................................................................................. 14
BAB III ASKEP KASUS.................................................................................................. 22
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 42
4.2 Saran........................................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Inkontinensia urin merupakan salah satu masalah besar di
bidang gerontik yang perlu mendapat perhatian serius. Masalah itu tampaknya
akan menjadi salah satu masalah kesehatan dan psikososial yang sering dijumpai
di masa mendatang seiring dengan makin banyaknya jumlah usia lanjut di
Indonesia.
Data di luar negeri menyebutkan bahwa 15 – 30 %
usia lanjut yang tinggal di masyarakat dan 50 % usia lanjut yang di rawat
menderita inkontinensia urun. Pada tahun 1999, dari semua pasien yang di rawat
di RSUPN Cipto Mangunkusumo di dapatkan angka kejadian inkontinensia urin
sebesar 10%, dan pada tahun 2000, angka kejadian inkontinensia urin meningkat
menjadi 12%.
Inkontinensia
urin seringkali menyebabkan pasien dan atau keluarganya frustasi, bahkan depresi.
Bau yang tidak sedap, perasaan kotor, tidak suci untuk beribadah tentu
menimbulkan masalah sosial dan psikologis. Selain itu, adanya inkontinensia
urin juga akan mengganggu aktivitas fisik, seksual, dan pekerjaan. Secara tidak
langsung masalah itu juga dapat menyebabkan dehidrasi karena umumnya pasien
akan mengurangi minumnya karena khawatir mengompol. Dekubitus, infeksai saluran
kemih berulang, jatuh, dan tidak kalah pentingnya adalah biaya perawatan yang
tinggi untuk pembelian pampers,
kateter adalah masalah yang juga dapat timbul akibat inkontinensia urin.
1.2 Tujuan
Mahasiswa mengetahui bagaimana
konsep teori serta asuhan keperawatan yang tepat untuk klien inkontinensia
urine pada lansia. Dan dapat menerapkannya dalam praktek pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1 Inkontinensia Urine
2.1.1 Pengertian
Inkontinensia urine merupakan
eliminasi urine dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar
keinginan (Brunner and Suddarth, 2002).
Inkontinensia urine didefinisikan
sebagai keluarnya urine yang tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki
tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya,yang mengakibatkan masalah social
dan higienis pendeitanya (FKUI, 2006).
Menurut
International Continence Sosiety, inkontinensia urine adalah kondisi keluarnya
urin tak terkendali yg dpt didemonstrasikan secara obyektif dan menimbulkan
gangguan hygiene dan social.
Inkontinensia urine adalah
pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang cukup banyak. Sehingga
dapat dianggap masalah bagi seseorang.
Inkontinensia
urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Inkontinensia urine merupakan
salah satu manifestasi penyakit yang sering ditemukan pada pasien geriatri.
Inkontinensia
urine adalah ketidakampuan mengendalikan evakuasi urine. (kamus keperawatan).
Diperkirakan prevalensi
inkontinensia urin berkisar antara 15 – 30% usialanjut di masyarakat
dan 20-30% pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit mengalami inkontinensia
urin, dan kemungkinan bertambah berat inkontinensia urinnya 25-30% saa tberumur
65-74 tahun. Masalah inkontinensia urin ini angka kejadiannya meningkat dua
kali lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Perubahan-perubahan akibat
proses menua mempengaruhi saluran kemih bagian bawah. Perubahan tersebut
merupakan predisposisi bagi lansia untuk mengalami inkontinensia, tetapi tidak
menyebabkan inkontinensia. Jadi inkontinensia bukan bagian normal proses menua.
2.1.2
Etiologi
1) Persalinan pervaginan
Proses persalinan juga dapat membuat
otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta
robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya
inkontinensia urine.
2) Proses menua
Dengan menurunnya kadar hormon estrogen
pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus
otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan
terjadinya inkontinensia urine. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan
mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih
dan otot dasar panggul.
3) Gangguan urologi (peningkatan pada
produksi urine (DM))
4) Infeksi saluran kemih
Gangguan saluran kemih bagian bawah
bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih bisa menyebabkan
inkontinensia urine
2.1.3
Patofisiologi
Proses berkemih normal merupakan proses
dinamis yang memerlukan rangkaian koordinasi proses fisiologik berurutan yang
pada dasarnya dibagi menjadi 2 fase. Pada keadaan normal selama fase pengisian tidak
terjadi kebocoran urine, walaupun kandung kemih penuh atau tekanan intra-abdomen
meningkat seperti sewaktu batuk, meloncat-loncat atau kencing dan peningkatan
isi kandung kemih memperbesar keinginan ini. Pada keadaan normal, dalam hal
demikian pun tidak terjadi kebocoran di luar kesadaran. Pada fase pengosongan,
isi seluruh kandung kemih dikosongkan sama sekali. Orang dewasa dapat
mempercepat atau memperlambat miksi menurut kehendaknya secara sadar, tanpa
dipengaruhi kuatnya rasa ingin kencing. Cara kerja kandung kemih yaitu sewaktu
fase pengisian otot kandung kemih tetap kendor sehingga meskipun volume kandung
kemih meningkat, tekanan di dalam kandung kemih tetap rendah. Sebaliknya
otot-otot yang merupakan mekanisme penutupan selalu dalam keadaan tegang.
Dengan demikian maka uretra tetap tertutup. Sewaktu miksi, tekanan di dalam
kandung kemih meningkat karena kontraksi aktif otot-ototnya, sementara terjadi
pengendoran mekanisme penutup di dalam uretra. Uretra membuka dan urine
memancar keluar. Ada semacam kerjasama antara otot-otot kandung kemih dan
uretra, baik semasa fase pengisian maupun sewaktu fase pengeluaran. Pada kedua
fase itu urine tidak boleh mengalir balik ke dalam ureter (refluks).
Proses
berkemih normal melibatkan mekanisme dikendalikan dan tanpa kendali. Sfingter
uretra eksternal dan otot dasar panggul berada dibawah control volunter dan
disuplai oleh saraf pudenda, sedangkan otot detrusor kandung kemih dan sfingter
uretra internal berada di bawah kontrol sistem safar otonom,yang mungkin dimodulasi
oleh korteks otak. Kandung kemih terdiri atas 4 lapisan, yakni lapisan serosa,
lapisan otot detrusor, lapisan submukosa dan lapisanmukosa. Ketika otot
detrusor berelaksasi, pengisian kandung kemih terjadi dan bila otot kandung
kemih berkontraksi pengosongan kandung kemih atau proses berkemih berlangsung.
otot detrusor adalah otot kontraktil yang terdiri atas beberapa lapisan kandung
kemih. Mekanisme detrusor meliputi otot detrusor,saraf pelvis, medula spinalis
dan pusat saraf yang mengontrol berkemih. Ketikakandung kemih seseorang mulai
terisi oleh urin, rangsangan saraf diteruskan melalui saraf pelvis dan medula
spinalis ke pusar saraf kortikal dan subkortikal. Pusat subkortikal (pada
ganglia basal dan serebelum) menyebabkan kandung kemih berelaksasi sehingga
dapat mengisi tanpa menyebabkan seseorang mengalami desakan untuk berkemih.
Ketika pengisian kandung kemih berlanjut,rasa penggebungan kandung kemih
disadari, dan pusat kortikal (pada lobusfrontal), bekerja menghambat
pengeluaran urin. Gangguan pada pusat kortikaldan subkortikal karena obat atau
penyakit dapat mengurangi kemampuan menunda pengeluaran urin. Komponen penting
dalam mekanisme sfingter adalah hubungan urethra dengan kandung kemih dan
rongga perut. Mekanisme sfingter berkemih memerlukan agulasi yang tepat
antara urethra dan kandung kemih.Fungsi sfingter urethra normal juga tergantung
pada posisi yang tepat dari urethra sehiingga dapat meningkatkan tekanan intra-abdomen
secara efektif ditrasmisikan ke uretre. Bila uretra pada posisi yang
tepat, urin tidak akan keluar pada saat tekanan atau batuk yang
meningkatkan tekanan intra-abdomen. Mekanisme dasar proses berkemih diatur oleh
refleks-refleks yang berpusat dimedula spinalis segmen sakral yang dikenal
sebagai pusat berkemih. Pada fase pengisian kandung kemih, terjadi peningkatan
aktivitas saraf otonom simpatis yang mengakibatkan penutupan leher kandung
kemih, relaksasi dinding kandung kemih serta penghambatan aktivitas
parasimpatis dan mempertahankan inversisomatik pada otot dasar panggul. Pada
fase pengosongan, aktivitas simpatis dan somatik menurun, sedangkan
parasimpatis meningkat sehingga terjadi kontraksi otot detrusor dan pembukaan
leher kandung kemih. Proses reflek ini dipengaruhi oleh sistem saraf yang lebih
tinggi yaitu batang otak, korteks serebri dan serebelum. Pada usia lanjut
biasanya ada beberapa jenis inkontinensia urin yaitu ada inkontinensia urin
tipe stress, inkontinensia tipe urgensi, tipe fungsional dan tipe overflow..
Inkontinensia
urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau
Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan. Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain : melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet. Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urine berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau
Selain
hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat
kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan
(obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.
Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot
dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga
dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan
penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada
wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot
vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya
inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan,
riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan
inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami
inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot
dasar panggul.
2.1.4
Manifestasi Klinis
1) Desakan berkemih, di sertai
ketidakmampuan mencapai kamar mandi karena telah berkemih
2) Frekuensi, dan nokturia.
3) Inkontinensia stres, dicirikan
dengan keluarnya sejumlah kecil urin
ketika tertawa, bersin, melompat, batuk atau membungkuk.
4) Inkontinensia overflow, dicirikan
dengan aliran urin buruk atau melambat dan merasa menunda atau mengedan.
5) Inkontinensia fungsional, dicirikan
dengan volume dan aliran urin yang adekuat
6) Higiene buruk atau tanda- tanda
infeksi
2.1.5
WOC
Persalinan
pervaginan
|
Proses
menua
|
Peningkatan
produksi urine (DM)
|
ISK
|
Peregangan
otot jaringan/ robekan jalan lahir
|
Melemahnya
otot dasar panggul
|
Tidak
dapat menahan air kencing
|
Kadar
hormone menurun
|
Otot
dasar panggul rusak
|
Posisi
kandung kemih prolap
|
Melemahkan
tekanan/ tekanan akhiran kemih keuar
|
hiperglikemia
|
Perpindahan
cairan intraseluler secara osmotik
|
Ginjal
reobsorpsi kelebihan glukosa
|
glukosuria
|
MK: Resti infeksi
|
poliuria
|
MK:
Kekurangan volum cairan
|
Refluks
urtrovesikal
|
Menyebarnya
infeksi dari uretra
|
Melemahnya
otot detrusor
|
Sfingter
dan otot dasar panggul terganggu
|
Pengosongan
kandung kemih tidak sempurna
|
INKOTINENSIA
URINE
|
MK:
Gg rasa nyaman nyeri
|
MK:
Kelelahan
|
urgensi
|
nokturia
|
mengompol
|
Desakan
berkemih
|
MK:
Isolasi social
|
Cara
Perawatan Inkontinensia Urin
¯ Masukan cairan / minum cukup
¯ Latihan buang air kecil (BAK) teratur
¯ Biasakan buang air besar (BAB) secara teratur
¯ Latihan otot dasar panggul
¯ Kurangi minum kopi dan teh
|
2.1.6
Klasifikasi
1.
Inkontinensia
Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi
ke toilet sehingga berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka
inkontinensia urin umumnya juga akan teratasi. Setiap kondisi yang menghambat
mobilisasi pasien dapat memicu timbulnya inkontinensia urin fungsional atau
memburuknya inkontinensia persisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke,
arthritis dan sebagainya. Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi
anatomis dapat pula menyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada
vagina dan urethra (vaginitis dan urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia
urin. Konstipasi juga sering menyebabkan inkontinensia akut. Berbagai kondisi
yang menyebabkan poliuria dapat memicu terjadinya inkontinensia urin, seperti
glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena dapat
menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinya inkontinensia
urin nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinya inkontinensia
urin seperti Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa,
analgesicnarcotic, psikotropik, antikolinergik dan diuretic. Untuk mempermudah
mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapat dilihat akronim di
bawah ini :
Ø Delirium
Ø Restriksi mobilitas, retensi urin
Ø Infeksi, inflamasi, Impaksi
Ø Poliuria, pharmasi
2. Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai
cara, meliputi anatomi, patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek
klinis, klasifikasi klinis lebih bermanfaat karena dapat membantu evaluasi dan
intervensi klinis. Kategori klinis meliputi :
Ø
Inkontinensia
akibat stress
Merupakan
eliminasi urine diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari peningkatan
mendadak pada tekanan intra-abdomen. seperti pada saat batuk, bersin atau
berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnya otot dasar panggul, merupakan
penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih
sering terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat
kerusakan pada sfingter urethra setelah pembedahan trans urethral dan radiasi.
Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat tertawa, batuk, atau berdiri. Jumlah
urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
Ø
Urge
Incontinence
Terjadi bila
pasien merasakan drongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu
menahannya cukup lama sebelum mecapai toilet. Inkontinensia urin jenis ini
umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor
overactivity). Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia
urin urgensi ini, meliputi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan cedera
medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup waktu untuk sampai di toilet setelah
timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa inkontinensia urin.
Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia pada lansia
di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiper aktifitas detrusor
dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksi involunter
tetapi tidak dapat mengosongkan kandung kemih sama sekali. Mereka memiliki
gejala seperti inkontinensia urin stress, overflow dan obstruksi. Oleh karena itu
perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena dapat menyerupai inkontinensia
urine tipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
Ø Overflow Incontinence
Ditandai oleh eliminasi urine yang sering dan kadang-kadang terjadi
hampir terus-menerus terjadi. Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan
dengan kansdung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara normal dan
megalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi urine sering terjadi,
kandug kemih tidak pernah kosong. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis,
seperti pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau
sclerosis multiple, yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya
kandung kemih, dan faktor-faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya
sedikit urin tanpa adanya sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
Ø
Inkontinensia
urin fungsional
Merupakan
inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada
factor lain, seperti angguan kognitif berat yang membuat pasien sulit untk
mengidentifkasi perlunya miksi (demensia alzhimer) atau gangguan fisik yang
menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan
urinasi. Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran
urine akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah
demensia berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang
menyebabkan kesulitan unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali
inkontinensia urin pada lansia muncul dengan berbagai gejala dangan membran
urodinamik lebih dari satu tipe inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat
memerlukan identifikasi semua komponen.
2.1.7
Pemeriksaan Diagnostik
1) Tes diagnostik pada inkontinensia urin
(Menurut Ouslander), tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan
untuk mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia,
mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia. Mengukur
sisa urine setelah berkemih, dilakukan dengan cara :
Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui
kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin
> 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak adekuat. Urinalisis, dilakukan
terhadap spesimen urine yang bersih untuk mendeteksi adanya factor yang
berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri,
bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu
dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut
adalah :
Ø
Tes laboratorium
tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa
sitologi.
Ø
Tes urodinamik
adalah untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah
Ø
Tes tekanan
urethra adalah mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat
dinamis
Ø
Imaging adalah
tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah.
2) Pemeriksaan penunjang Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa
menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urine pasca berkemih perlu diperkirakan
pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan
ultrasound atau kateterisasi urine. Merembesnya urin pada saatdilakukan
penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung
kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk
batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri.
Merembesnya urin sering kali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh
antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya
kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih.
3) Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum
dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuri.
4) Catatan berkemih (voiding record) Catatan berkemih dilakukan untuk
mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah
urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan
gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih tersebut
dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau
respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat
menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada
dirinya.
2.1.8
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan inkontinensia
urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan
homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan, medikasi,
latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat
dilakukan sebagai berikut :
1) Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah
urin yang keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak
tertahan, selain itu catat waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum.
2) Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya
inkontinensia urine, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih,
diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain. Adapun terapi yang dapat dilakukan
adalah :
Ø Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih)
dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari.
Ø
Lansia
diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya.
Ø Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu,
mula-mula setiap jam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai
lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam.
Ø Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai
dengan kebiasaan lansia.
Ø Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi
berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin
berkemih. Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif
(berpikir).
Ø Melakukan latihan otot dasar panggul dengan mengkontraksikan otot dasar
panggul secara berulang-ulang.
3) Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah:
Ø
antikolinergik
seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine
Pada inkontinensia stress
diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu :
Ø
pseudoephedrine untuk
meningkatkan retensi urethra.
Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti :
Ø
Bethanechol atau
alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapidiberikan
secara singkat.
4) Terapi pembedahan
Terapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan
urgensi, bila terapi non farmakologis dan farmakologis tidak berhasil.
Inkontinensia tipe overflow umumnya memerlukan tindakan pembedahan untuk
menghilangkan retensi urin. Terapi ini dilakukan terhadap tumor, batu,
divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic (pada wanita).
Penatalaksanaan pembedahan
Ada berbagai macam tindakan bedah yang dapat dilakukan : perbaikan
vagina, suspensi kandung kemih pada abdomen dan elevasi kolum vesika urinaria.
Sfingter artificial yang dimodifikasi dengan megunakan balon karet-silikon
sebagai mekanisme penekanan swa-regulasi dpat digunakan untuk menutup uretra. Metode
lain untuk mengontrol inkontinensia stress adalah aplikasi stimulasi elektronik
pada dasar panggul dengan bantuan pulsa generator miniature yang dilengakapi
electrode yang dipasang pada sumbat intra-anal.
5) Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan inkontinensia
urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalami inkontinensia
urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal,
komod dan bedpan
6) Kateter
Kateter
menetap tidak dianjurkan untuk digunakan secara rutin karenadapat menyebabkan
infeksi saluran kemih, dan juga terjadi pembentukanbatu. Selain kateter
menetap, terdapat kateter sementara yang merupakanalat yang secara rutin digunakan
untuk mengosongkan kandung kemih.Teknik ini digunakan pada pasien yang tidak
dapat mengosongkankandung kemih. Namun teknik ini juga beresiko menimbulkan
infeksi padasaluran kemih.
7) Alat
bantu toilet
Seperti
urinal, komod dan bedpan yang digunakan oleh orang usia lanjutyang tidak mampu
bergerak dan menjalani tirah baring. Alat bantu tersebutakan menolong lansia
terhindar dari jatuh serta membantu memberikankemandirian pada lansia dalam
menggunakan toilet.
8) Latihan Otot Dasar Panggul
v Posisi
tidur telentang dengan kedua kaki ditekuk sehingga otot panggul sejajar dengan
lantai.
v Tahan
otot panggul seperti menahan kencing selama sepuluh hitungan atau sesanggupnya.
v Lepaskan dan relaks selama sepuluh hitungan.
v Lakukan lagi dan lepaskan lagi lebih kurang 5x latihan.
v Lakukan
sebanyak 3x sehari (pagi, siang dan malam)
2.2 ASKEP Teori
2.2.1 Pengkajian
1.
Identitas
klien
Meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat, suku bangsa,
tanggal, jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis.
2.
Riwayat
kesehatan
Ø
Riwayat
kesehatan sekarang
Berapakah
frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia
(stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik,
kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada
penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah
terjadi ketidakmampuan.
Ø
Riwayat kesehatan dahulu
Apakah
klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan
eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius,
pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit.
Ø
Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan
apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien
dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal
bawaan/bukan bawaan.
3.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia
Keadaan umum
Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia
4.
Pemeriksaan Sistem :
B1
(breathing)
Kaji
pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen
menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi.
B2
(blood)
Peningkatan
tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah
B3
(brain)
Kesadaran
biasanya sadar penuh
B4
(bladder)
Inspeksi
: periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya
aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya
darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah suprapubik lesi pada
meatus uretra, banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat
dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya.
Palpasi
: Rasa nyeri di dapat pada daerah
supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing /
dapat juga di luar waktu kencing.
B5
(bowel)
Bising
usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya
ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal.
B6
(bone)
Pemeriksaan
kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri
pada persendian.
5.
Pengkajian Psikososial
·
Bersedih
·
Murung
·
Mudah tersinggung
·
Mudah marah
·
Isolasi social
·
Perubahan peran
2.2.2
Diagnose
keperawatan Yang Mungkin Muncul
Ø
Gangguan rasa nyaman nyeri b/d penyebaran
infeksi dari uretra
Ø
Kekurangan Volum cairan b/d diuresis
osmotic
Ø
Resiko tinggi infeksi b/d glukosa darah
yang tinggi (hiperglikemia)
Ø
Kelelahan b/d kelemahan otot
Ø
Isolasi Sosial berhubungan dengan
keadaan yang memalukan akibat mengompol dan bau urine
2.2.3
NCP
NO
|
Diagnosa
keperawatan
|
Tujuan
|
kriteria
hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan rasa
nyaman nyeri b/d penyebaran infeksi dari uretra
|
Setelah
dilakukan tindakan kepeawatan selama 2x24 jam diharapakan nyeri dapat
teratasi atau berkurang
|
§ Nyeri
terkntrol atau hilang
§ Klien
dapat kembali tenang dan rileks
§ Klien
mampu beristirahat seperti biasanya
|
Mandiri :
§ Kaji
nyeri, perhatikan lokasi, intensitas atau skala nyeri dan lamanya nyeri
§ Catat
lamanya intensitas (skala 0-10) dan penyebaran
§ Berikan
tindakan keyamanan.
Contoh
:
Membantu pasie
memberikan posisi yang nyaman, mendorong penggunaan relaksasi atau latihan
nafas dalam
Kolaborasi
§ Berikan
obat sesuai indikasi.
Contoh:
analgesik
§ Berikan
pemanasan local sesuai indikasi
|
§ Memberi
kan informasi untuk membantu dalam menentukan pilihan dan keefektifan
intervensi
§ Membantu
mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus
§ Meningkat-kan
relaksasi, memfokus-kan kembali perhatian dan dapat meningkat-kan kembali
kemampuan koping
§
Meng-hilangkan nyeri, menentukan
obat yang tepat untuk mencegah fluktuasi nyeri ber-hubungan dengan tegangan
§
Digunakan untuk me-ningkatkan
relaksasi, dan sirkulasi
|
2.
|
Kekurangan Volum
cairan b/d diuresis osmotic
|
Klien
menunjukkan hidrasi yang adekuat/ kekurangan cairan dapat diatasi
|
§ TTV
stabil
§ Membrane
mukosa bibir lembab
§ Turgor
kulit elastic
§ Intake
dan output seimbang
|
Mandiri
:
§ Dapatkan
riwayat pasien/ orang terdekat sehubungan dengan lamanya gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan
§ Pantau
TTV, catat adanya perubahan TD
warna kulit dan kelembaban-nya
§ Pantau
masukan dan pengeluaran urine
§ Timbang
BB setiap hari
§ Pertahankan
untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung
Kolaborasi:
§ Berikan
terapi cairan sesuai indikasi
§ Berikan
cairan IV
|
§ Untuk
memperoleh data tentang penyakit pasien, agar dapat melakukan tindakan sesuai
yang dibutuhka
§ Indicator
hidrasi/volum sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
§ Membandingkan
keluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/ derajat
stasis/ kerusakan ginjal
§
Peningkatan BB yang cepat mungkin
berhubungan dengan retensi
§
Memper-tahankan keseimbangan
cairan
§
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
§ Mempertahankan
volum sirkulasi, meningkatkan fungsi ginjal
|
3.
|
Resiko tinggi infeksi
b/d glukosa darah yang tinggi (hiperglikemia)
|
Mandiri:
§
Berikan perawatan perineal dengan
air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal
sesegera mungkin.
§
Jika di pasang kateter
indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian dari waktu
mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar
§
Kecuali dikontraindikasikan, ubah
posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml /
hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
§
Berikan terapi antibiotoik
|
§ Untuk
mencegah kontaminasi uretra.
§ Kateter
memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke
saluran perkemihan
§ Untuk
mencegah stasis urine.
§ Mungkin
diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatn resiko infeksi
|
2.2.4
Imlementasi
Dilaksanakan
sesuai dengan rencana tindakan, menjelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan sesuai dengan pedoman atau prosedur
tekhnis yang telah ditentukan.
2.2.5
Evaluasi
Pengukuran
efektifitas intervensi askep yang telah disusun dan tujuan yang ingin dicapai
ada 3 kemungkinan:
1)
Tujuan tercapai
2)
Tujuan tercapai sebagian
3)
Tujuan tidak tercapai
BAB III
ASKEP KASUS
3.1. Pengkajian
1.Identitas klien
Ø Nama :
Ny. Y
Ø Umur :
67 th
Ø Jenis Kelamin : perempuan
Ø Agama : islam
Ø Status Perkawinan : kawin
Ø Suku Bangsa : serawai
Ø Pendidikan : SD
Ø Pekerjaan : tidak bekerja
Ø Tgl masuk RS : 4 April 2012
Ø No. Register : 15665
Penanggung Jawab
Ø Nama :
Tn. F
Ø Umur : 60 th
Ø Pekerjaan : swasta
Ø Alamat : Hibrida 10
2.
Riwayat
Kesehatan
·
Alasan
kunjungan/keluhan utama :
Klien datang dengan keluarganya ke
RS dengan keluhan ingin BAK terus-menerus dan tidak bisa ditahan sampai ke
toilet.
·
Riwayat
kesehatan sekarang
Klien mengatakan kencingnya lebih
dari 10 kali dalam sehari. Klien juga mengatakan dia tidak bisa menahan
kencingnya, karena dia tidak sempat lagi untuk sampai toilet. klien mengaku dia mengurangi minum agar tidak
mengompol lagi. Klien mengatakan sering menahan haus. Klien mengatakan lecet-lecet
pada kulitnya. Klien mengatakan malu apabila keluar rumah, karena mengompol dan
bau air kencingnya yang menyengat. sehingga hanya diam dirumah.
·
Riwayat
kesehatan dulu
Klien mengatakan tidak pernah
mengalami penyakit yang sama sebelumya. Klien mengatakan pernah dirawat di RS
dan dipasang kateter.
·
Riwayat
penyakit keluarga
Klien mengatakan keluarganya tidak
pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya dan tidak ada penyakit
keturunan.
3. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum : klien tampak lemas,
dan gelisah
b) Tanda-Tanda Vital :
·
TD
: 160/90 mmHg
·
ND
: 90x/i
·
RR
: 18x/i
·
S
: 370C
c) Integumen
·
Kulit
kering dan keriput
·
Terdapat
luka tekan (dekubitus)
d) Kepala
·
Simetris
dan tidak ada benjolan, warna rambut putih, distribusi rambut merata
e) Mata
·
Konjungtiva
·
Pupil
: an isokor
f) Telinga
·
Bersih,
tidak ada serumen
g) Mulut dan gigi
·
Gigi
tanggal
·
Mulut
kering, air liur mudah mengental
·
Bibir
pecah-pecah
h) Leher
·
Tidak
ada pembesaran kelenjar tyroid atau pembesaran limpa nodi
i)
Kardiovaskuler
·
Peningkatan
TD
j)
Abdomen
·
Bising
usus (+), Pulsasi, nyeri tekan abdomen
k) Perkemihan
·
Inkontinensia
urine, BAK .> 10 kali, Lebih dari 1500-1600 ml dalam 24 jam
·
Nyeri
saat mengeluarkan urine
l)
Genetalia
·
Kelemahan
otot vagina dan uterus
m) Ekstremitas
·
Kelemahan
n) System endokrin
·
Penurunan
produksi hormon estrogen
4. Pengkajian psikososial
·
Murung
·
Mudah
tersinggung
·
Mudah
marah
·
Depresi
·
Dimensia
·
Isolasi
social
·
Perubahan
peran
5. Pengkajian lingkungan
·
Kondisi
rumah :
·
Penerangan
: penerangan baik, pada siang hari ada cahaya dari ventilasi rumah
·
Lantai : lantai tidak licin
·
Keadaan
rumah datar
·
Tata
ruang
·
Tata
ruang tidak sering diubah
·
Kamar
mandi jauh, didekat dapur
·
Peralatan
yang diperlukan tidak jauh dari jangkauan
Pengkajian skala resiko
Skala Norton
skor
|
skor
|
||
Keadaan umum:
Baik
Lumayan
Buruk
Sangat buruk
|
4
3
2
1
|
Aktivitas :
Ambulan
Ambulan dengan bantuan
Hanya bisa duduk
Tiduran
|
4
3
2
1
|
Kesadaran :
Kompos mentis
Apatis
Strupor/koma
|
4
3
2
1
|
Inkontinensia :
Tidak
Kadang-kadang
Sering
Alvi dan urine
|
4
3
2
1
|
Mobilitas:
Bergerak bebas
Sedikit tebatas
Sangat terbatas
Tidak bisa bergerak
|
4
3
2
1
|
SKOR TOTAL
|
14
|
Nilai < 12 : RESIKO TINGGI
Nilai <16 : BERESIKO
Skor total pasien Ny. Y adalah 14.
Jadi Ny.Y beresiko.
6. Metode penilaian kemampuan
fungsional
INDEX KATZ
·
Continence
ü Tidak mampu mengendalikan BAK
ü Tidak bisa menahan BAK
·
Bathing
ü Kesulitan toileting
ü Tidak mampu menahan urinasi untuk
mencapai toilet
·
Doing
personal toileting
ü Mencuci muka
ü Membasahi rambut, tangan, telinga
ü Mencuci tangan hanya setelah makan
ü Setelah BAK/BAB tidak mencuci tangan
dengan sabun
ü Tidak ada perawatan khusus
·
Dressing
ü Mengenakan pakaian dalam, rok,
celana
ü Mengenakan baju yang mudah digunakan
apabila ingin urinasi, tidak menggunakan jaket
ü Mengancingkan baju
ü Tidak mengenakan kaos kaki, tidak
menggunakan sepatu, atau menali sepatu
ü Tidak menggunakan sarung tangan,
menggunakan tutup kepala
·
Feeding
ü Memegang, mengambil, memasukkan
makanan/minum dalam mulut sendiri
ü Pasien bisa mengunyah
ü Pasien bisa menelan
·
Walking
and transferring
ü Pasien mengalami keterbatasan
berjalan
ü Tidak menaiki dan menuruni tangga
ü Tidak mampu untuk lari
ü Tidak berjalan menggunakan kursi
roda, tetapi memegang objek untuk menahan
ü Mampu merubah posisi dari berbaring
ke duduk dan sebaliknya, memegang objek untuk menahan
ü Mampu merubah posisi dari duduk ke
berdiri dari kursi roda, memegang objek utuk menahan
ü Perpindahan dari dan ke tempat tidur
posisi berdiri
ü Mendekati kursi roda/tempat tidur
Klasifikasi
INDEX KATZ
C
: Mandiri kecuali bathing dan 1 fungsi lain
Modifikasi
dari Barthel indeks, termasuk yang manakah klien
NO
|
Krteria
|
Dgn bantuan
|
Mandiri
|
ket
|
1.
|
Makan
|
5
|
10
|
Frekuensi:
sering
Jumlah:
sedikit-sedikit
Jenis: nasi,
lauk, sayur
|
2.
|
Minum
|
5
|
10
|
Frekuensi:
jarang
Jumlah:
sedikit
Jenis:air
putih
|
3.
|
Berpindah dari
kursi roda ketempat tidur
|
5-10
|
15
|
8
|
4.
|
Personal
toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok gigi)
|
0
|
5
|
Frekuensi:
2kali sehari
|
5.
|
Keluar masuk
toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, menyiram)
|
5
|
10
|
5
|
6.
|
Mandi
|
5
|
15
|
5
|
7.
|
Jalan
dipermukaan datar
|
0
|
5
|
5
|
8.
|
Naik turun
tangga
|
5
|
10
|
5
|
9.
|
Mengenakan
pakaian
|
5
|
10
|
10
|
10.
|
Control bowel
(BAB)
|
5
|
10
|
Fekuensi :
sering
Konsistensi:
encer
|
11.
|
Control
bladder (BAK)
|
5
|
10
|
Frekuensi:
sering
Warna: keruh
|
12.
|
Olahraga/latihan
|
5
|
10
|
Frekuensi: 1
minggu 2kali
Jenis: senam
santai, peregangan otot agar relaksasi
|
13.
|
Rekreasi atau
pemanfaatan waktu luang
|
5
|
10
|
Frekuensi:
sering
Jenis: nonton
tv, liburan dengan keluarga
|
Keterangan
:
a.
130 :
mandiri
b.
65-125 :
ketergantungan
c.
60 :
ketergantungan total
Skor penilaian yang diperoleh
adalah 83. Klien merupakan klien dengan ketergantungan.
7. SCREENING
FALLS
·
Fungtional Reach (FR) test
Usia 67 nilai < 5 inci risiko
roboh
·
The timed Up and Go (TUG) test
Berdiri
dari kursi, berjalan 10 langkah, kembali kekursi, ukur waktu dalam detik
·
28 detik : variable mobility
8. Pengkajian
status kognitif / afektif (status mental)
Pengkajian status mental gerontik
Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan
Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
BENAR
|
SALAH
|
NO
|
PERTANYAAN
|
ü
|
01
|
Tgl
berapa hari ini?
|
|
ü
|
02
|
Hari
apa sekarang ini?
|
|
ü
|
03
|
Apa
nama tempat ini?
|
|
ü
|
04
|
Dimana
alamat anda?
|
|
ü
|
05
|
Berapa
umur anda?
|
|
ü
|
06
|
Kapan
anda lahir?
|
|
ü
|
07
|
Siapa
presiden Indonesia sekarang?
|
|
ü
|
08
|
Siapa
presiden Indonesia sebelumya?
|
|
ü
|
09
|
Siapa
nama ibu anda?
|
|
ü
|
10
|
20-3,
10-3, 5-3
|
|
Jumlah
: 6
|
Jumlah
: 4
|
Score total : 10
Interpretasi hasil :
Salah
4 : kerusakan inelektual ringan
Identifikasi
aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Status
Exam)
ü Orientasi
ü Registrasi
ü Perhatian
ü Kalkulasi
ü Mengingat
kembali
ü Bahasa
NO
|
ASPEK
KOGNITIF
|
NILAI
MAKS
|
NILAI
KLIEN
|
KRITERIA
|
1.
|
Orientasi
|
5
|
3
|
Menyebutkan
dengan benar:
· Tahun
· Musim
· Tanggal
· Hari
· Bulan
|
2.
|
Orientasi
|
5
|
5
|
Dimana
kita sekarang berada?
· Negara
Indonesia
· Propinsi
Bengkulu
· Kota
Bengkulu
|
3.
|
Registrasi
|
3
|
3
|
Sebutkan
nama 3 objek (oleh pemeriksa) detik untuk mengatakan masing-masing objek.
Kemudian tanyakan kepada klien ke3 objek tadi (untuk disebutkan)
· Anak
· Cucu
· Rumah
|
4.
|
Perhatian
dan kalkulasi
|
5
|
3
|
Minta
klien untuk memulai dari angka 10 kemudian dikurang7 sampai 5 kali/ tingkat
· 93
· 86
· 79
· 72
· 65
|
5.
|
Mengingat
|
3
|
3
|
Minta
klien untuk mengulangi ke 3 objek pada no 2 (registrasi) tadi, bila benar 1
point untuk masing-masing objek
|
6.
|
Bahasa
|
9
|
1
|
Tunjukan
pada klien suatu benda dan tanyakan namanya pada klien
· (buku)
· (meja)
Minta klien untuk
mengulang kata berikut : “tak ada, jika, dan, ada, atau, tetapi” bila benar
nilai satu point
Minta klien untuk
mengikuti perintah berikut yang terdiri dari 3 langkah : “ambil kertas
ditangan anda, lipat dua dan taruh dilantai”
· Ambilkertas
ditangan anda
· Lipat
dua
· Taruh
dilantai
Perintahkan pada klien untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perntah nilai satu point)
· Tutup
mata anda
Perintahkan pada klien untuk menulis satu kalimat
dan menyalin gambar
· Tulis
satu kalimat
· Menyalin
gambar
|
Total
nilai
|
18
|
Kerusakan
aspek f/ mental ringan
|
9. Pengkajian keseimbangan untuk klien lansia
Pengkajian posisi/gerakan keseimbangan
a)
Bangun dari kursi
Tidak
bangun dari duduk dengan satu kali gerakan, tetapi mendorong tubuhnya keatas
dengan tangan, tidak stabil pada saat berdiri pertama sekali. (1)
b)
Duduk ke kursi
Menjatuhkan
diri ke kursi, tidak duduk ketengah kursi (1)
c)
Menahan dorongan pada sternum (pemeriksa
mendorong sternum perlakan-lahan sebanyak 3 kali
Klien
memegang objek untuk dukungan (1)
d)
Mata tertutup
Klien
menggerakkan kaki dan memegang objek untuk dukungan. (1)
e)
Perputaran leher
Menggenggam
objek untuk dukungan, pusing/keadaan tidak stabil.(1)
f)
Gerakan menggapai sesuatu
Tidak
stabil (1)
g)
Membungkuk
Memegang
objek untuk bisa berdiri lagi (1)
Komponen gaya berjalan/gerakan
Minta klien untuk berjalan kearah yang
ditentukan
Klien
ragu-ragu (1)
Ketinggian langkah kaki
Kaki tidak naik dari lantai secara
konsisten.(1)
Analisa Data
NO
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS
:
-
Klien mengatakan ingin BAK terus
menerus
-
Klien
mengatakan kencingnya lebih dari 10 kali dalam sehari.
-
Klien
juga mengatakan dia tidak bisa menahan kencingnya
DO:
- Klien
sering mengompol
|
Sering
berkemih, urgensi
|
Perubahan pola
eliminansi
|
2.
|
DS :
- Klien mengatakan nyeri pada saat
mengeluarkan urine
- Klien mengatakan pernah dirawat di
RS dan dipasang kateter.
DO:
Klien tampak meringis menahan
sakit apabila berkemih
|
Pemasangan
kateter
|
Resiko tinggi
infeksi
|
3.
|
DS
:
-
Klien mengatakan jarang minum
agar tidak mengompol
-
Klien mengatakan sering menahan
haus
DO :
-
Jumlah urine lebih dari 1500-1600
mm dalam 24 jam
-
klien tampak lemas
-
kulit klien kering
|
Intake
dan output yang tidak adekuat
|
Kekurangan
volum cairan
|
3.3 Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volum cairan berhubungan
dengan intake dan output yang tidak adekuat
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan pemasangan kateter
3) Perubahan pola eliminasi berhubungan
dengan sering berkemih, urgensi
3.4
Proses Asuhan Keperawatan
NO
|
Dx keperawatan
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kekurangan
volum cairan berhubungan dengan intake dan output yang tidak adekuat
|
Setelah dilakukan
intervensi selama 2x24 jam diharapkan Klien menunjukkan hidrasi yang adekuat/
kekurangan cairan dapat diatasi
|
§ TTV
stabil
§ Membrane
mukosa bibir lembab
§ Turgor
kulit elastic
§ Intake
dan output seimbang
|
Mandiri
:
§ Dapatkan
riwayat pasien/ orang terdekat sehubungan dengan lamanya gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan
§ Pantau
TTV, catat adanya perubahan TD warna kulit dan kelembaban-nya
§ Pantau
masukan dan pengeluaran urine
§ Timbang
BB setiap hari
§ Pertahankan
untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung
Kolaborasi:
§ Berikan
terapi cairan sesuai indikasi
§ Berikan
cairn IV
|
§ Untuk
memperoleh data tentang penyakit pasien, agar dapat melakukan tindakan sesuai
yang dibutuhkan
§ Indicator
hidrasi/volum sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
§ Membandingkan
keluaran actual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya/ derajat
stasis/ kerusakan ginjal
§
Peningkatan BB yang cepat mungkin
berhubungan dengan retensi
§
Memper-tahankan keseimbangan
cairan
§
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh
§
Mempertahankan volum sirkulasi,
meningkatkan fungsi ginjal
|
2.
|
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter
|
Setela dilakukan intervensi selama 2x24 jam diharapkan
infeksi dapat teratasi
|
Tidak mengalami tanda nfeksi
|
Mandiri:
§
Berikan perawatan perineal dengan
air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah perineal
sesegera mungkin.
§
Jika di pasang kateter
indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian dari waktu
mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar
§
Kecuali dikontraindikasikan, ubah
posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml /
hari. Bantu melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi:
· Berikan
antibiotic sesuai indikasi
|
· Untuk
mengah kontaminasi uretra
§ Kateter
memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke
saluran perkemihan
§ Untuk
mencegah stasis urine
§ Mungkin
diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatn resiko infeksi
|
3.
|
Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan sering
berkemih, urgensi
|
Mengurangi atau mengatasi pola eliminasi agar dapat
berkemih normal
|
Individu
akan
Menjadi
kontinen (terutama selama siang hari, malam, 24 jam) dan mampu
mengidentifikasi penyebab inkontinens dan rasional untuk pengobatan
|
Mandiri :
·
Tentukan
pola berkemih normalpsien dan tentukan variasi
·
Dorong
mningkatkan pemasukan cairan
·
Selidiki
keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk daerah suprapubik
Kolaborasi:
·
Ambil
urine untuk kultur dan sensivitas
|
· Kalkulus dapat menyebabkan
eksitalitas saraf, yang menyebabkan sensasi berkemih segera. Biasanya
frekuensi dan urgensi meningkat bila kalkulus mendekati pertemuan
uretrovesikal
· Peningkatan hidrasi membilas
bakteri, darah,dan debris dan dapat membantu lewatnya batu
· Retensi urine dapat terjadi
menyebabkan distensi jaringan dan potensial resiko infeksi, gagal ginjal
· Menentukan adanya ISK, yang
penyebab atau gejala komplikasi
|
3.4
Catatan perkembangan
NO
|
Diagnosa keperawatan
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1.
|
Kekurangan
volum cairan berhubungan dengan sering berkemih, urgensi
|
Jam
8.00 WIB
Mandiri
:
§ mendapatkan
riwayat pasien/ orang terdekat sehubungan dengan lamanya gejala seperti
muntah dan pengeluaran urine yang berlebihan
§ memantau
TTV, catat adanya perubahan TD warna kulit dan kelembaban-nya
§ memantau
masukan dan pengeluaran urine
§ menimbang
BB setiap hari
§ mempertahankan
untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat
ditoleransi jantung
Kolaborasi:
§ memberikan
terapi cairan sesuai indikasi
§ memberikan
cairn IV
|
Jam 10.00 WIB
S:
· Klien
mengatakan masih BAK terus menerus, tetapi sudah berkurang frekuensinya
· Klien mengatakan kencingnya sudah
kurang dari 10 kali dalam sehari.
· Klien mengatakan dia masih tidak
bisa menahan kencingnya
O:
·
Klien
terlihat masih mengompol tetapi sudah berkurang frekuensinya
·
TTV:
TD : 150 mmHg
ND : 70x/i
S : 370C
RR : 18x/i
A :
Masalah belum teratasi
P :
Intervensi dilanjutkan
§ pantau
masukan dan pengeluaran urine
§ memberikan
terapi cairan sesuai indikasi
§ memberikan
cairan IV
|
2.
|
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan pemasangan kateter
|
Jam 12.00 WIB
Mandiri:
§
memberikan perawatan perineal
dengan air sabun setiap shift. Jika pasien inkontinensia, cuci daerah
perineal sesegera mungkin.
§
Jika di pasang kateter
indwelling, memberikan perawatan kateter 2x sehari (merupakan bagian dari
waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan setelah buang air besar
§ Kecuali
dikontraindikasikan, mengubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan
sekurang-kurangnya 2400 ml / hari.
§ membantu
melakukan ambulasi sesuai dengan kebutuhan.
Kolaborasi:
§ memberikan
antibiotic sesuai indikasi
|
Jam 14.00 WIB
S:
· Klien mengatakan nyerinya
berkurang pada saat mengeluarkan urine
O:
· Klien tampak rileks, meskipun
terkadang masih terlihat meringis
A:
Masalah
teratasi sebagian
P :
Intervensi
dilanjutkan
§ ubah
posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan masukan sekurang-kurangnya 2400 ml /
hari.
§ memberikan
antibiotic sesuai indikasi
|
3.
|
Perubahan
pola eliminasi berhubungan dengan sering berkemih, urgensi
|
Jam 20.00 WIB
Mandiri :
·
menentukan
pola berkemih normal pasien dan tentukan variasi
·
mendorong
mningkatkan pemasukan cairan
·
menyelidiki
keluhan kandung kemih penuh, palpasi untuk daerah suprapubik
Kolaborasi:
·
mengambil
urine untuk kultur dan sensivitas
|
Jam 22.00 WIB
S:
· Klien
mengatakan belum berani minum banyak agar tidak mengompol
· Klien
mengatakan terkadang masih menahan haus
O:
· klien
masih tampak sedikit lemas
· kulit
klien masih terlihat kering
A:
Masalah teratasi sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
·
tentukan
pola berkemih normal pasien dan tentukan variasi
·
dorong
meningkatkan pemasukan cairan
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah
ketidakmampuan menahan kencing. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang baik,
dengan beberapa prosedur diagnostik yang diperlukan mempunyai hasil yang
baik untuk menegakkan diagnosis gangguan ini. Jenis inkontinensia urine yang
utama yaitu inkontinensiastres, urgensi, luapan dan fungsional. Penatalaksanaan
konservatif dilakukanpada kasus inkompetem sfingter uretra sebelum terapi
bedah. Bila dasar inkontinensia neurogen atau mental maka pengobatan
disesuaikan dengan faktor penyebab.
4.2 Saran
Agar penderita inkontinensia urine tetap
menjaga kebersihan diri agar terhindar dari infeksi pada saluran kemih bagian
bawah dan tetap menjaga keseimbangan intake dan output cairan, agar tidak
terjadi deficit volum cairan.
DAFTAR PUSTAKA
FKUI. 2006. Ilmu Penyakit Dalam jilid III, Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Brunner & Suddarth,
2002. Keperawatan Medikal-Bedah.
Jakarta : EGC
Doengoes, E Marilynn,
2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta : EGC
waww.,.,lngkap bner gan.,.
BalasHapusshare askep yg lain jga.,.
SELAMAT DAN SUKSES YA MAS ALWI....
BalasHapusSEMANGATTTT..................