LANDASAN
TEORI
Perkembangan
keperawatan komunitas tidak terlepas dari tokoh metologi yunani, yaitu
Asclepius dan Hegeia. Berdasarkan mitos yunani, Asclepius adalah seorang dokter
yang tampan dan pandai meski tidak disebutkan skolah atau pendidikan apa yang
telah ditempuhnya. Dia dapat mengobati penyakit bahkan melakukan bedah
berdasarkan prosedur-prosedur tertentu (surgical
procedure) dengan baik. Sementara Hegeia adalah asisten Asclepius yang juga
merupakan istrinya, dia ahli dalam melakukan upaya-upaya kesehatan. Jika
diperhatikan, terdapat perbedaan dalam metode penanganan masalah keshatan yang
dilakukan oleh suami istri tersebut.
Perbedaan penanganan
masalah kesehatan antara Asclepius dan Hegeia :
Tokoh
|
Cara
penanganan masalah kesehatan masyarakat
|
Asclepius
|
Dilakukan setelah penyakit tersebut
terjadi pada seseorang
|
Hegeia
|
Penanganan masalah melalui :
1.
Hidup seimbang
2.
Menghindari makanan atau minuman
beracun
3.
Memakan makanan yang bergizi
(cukup)
4.
Istirahat yang cukup
5.
olahraga
|
Dari perbedaan
pendekatan penanganan masalah kesehatan anatara Asclepius dan Hegeia tersebut,
akhirnya muncul dua aliran/pendekatan dalam penanganan masala-masalah keshatan
pada masyarakat, yaitu sbagai berikut :
1.
Kelompok/aliran 1
Aliran
ini cenderung menunggu terjadinya penyakit atau setelah orang jatuh sakit.
Pendekatan inin disebut dengan pendekatan
kuratif. Kelompok tersbut trdiri atas dokter, psikiater, dan
praktisi-praktisi lain yang melakukan perawatan atau pengobatan penyakit baik,
fisik maupun psikologis.
2.
Kelompok/aliran 2
Aliran ini
cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit sebelum terjadinya
penyakit. Kelompok ini antara lain perawat komunitas.
Dari uraian di atas,
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju,
maka dalam masyarakat yang luas dapat kita amati seolah-olah timbul garis
pemisah antara kedua kelompok profesi tersebut, yaitu pelayanan kesehatan
kuratif dan pelayan pencegahan.
Perbedaan pelayanan
kesehatan kuratif dan pelayanan pencegahan :
Pelayanan
kesehatan kuratif
|
Pelayanan
pencegahan
|
|
Cara penanganan masalah kesehatan
|
1. Sasarannya
bersifat individual
2. Kontak
pada klien hanya satu kali
3. Jarak
petugas kesehatan dengan klien jauh
4. Cara
pendekatan :
a. Bersifat
reaktif, artinya bersifat hanya menunggu masalah kesehatan/penyakit datang.
Di sini petugas kesehatan hanya menunggu klien datang.
|
1. Sasarannya
adalah masyarakat
2. Masalah
yang ditangani adalah masalah yang dirasakan oleh masyarakat, bukan masalah
individual
3. Hubungan
petugas kesehatan dan masyarakat bersifat kemitraan
4. Cara
pendekatan :
a.
Bersifat proaktif, artinya tidak
menunggu adanya masalah, tetapi mencari apa penyebab masalah. Petugas
kesehatan masyarakat tidak hanya menunggu datangnya klien, tetapi harus turun
ke masyarakat untuk mencari dan mengidentifikasi masalah yang ada pada
masyarakat, dan selanjutnya melakukan tindakan.
|
b.
Cenderung melihat dan menangani
masalah klien pada system biologis.
c.
Manusia sebagai klien hanya di
lihat secara parsial. Padahal manusia terdiri atas aspek bio-psiko-sosio dan
spiritual.
|
b. Melihat
klien sebagai makhluk yang utuh melalui pendekatan yang holistic, bahwa
terjadinya penyakit tidak semata-mata karena terganggunya salah satu aspek,
baik aspek biologis maupun aspek yang lain. Pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan yang utuh pada semua aspek, baik biologis, psikologis, sosiologis
maupun spiritual dan social.
|
A. PERIODE PERKEMBANGAN KESEHATAN
MASYARAKAT
Periode
perkembangan kesehatan masyarakat terdiri atas periode sebelum ilmu pengetahuan
dan periode ilmu pengetahuan.
1.
PERIODE
SEBELUM ILMU PENGETAHUAN
Perkembangan
kesehatan masyarakat sebelum ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari
sejarah kebudayaan yang ada di dunia, di antaranya adalah budaya dari bangsa
Babilonia, Mesir, Yunani, dan Romawi. Bangsa-bangsa tersebut menunjukkan bahwa
manusia telah melakukan usaha untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan
masyarakat dan penyakit. Pada zaman tersebut diperoleh catatan bahwa telah
dibangun tempat pembuangan kotoran umum yang menanpung tinja atau kotoran
manusia serta digalinya susia. Saat itu latrin dibangun dengan tujuan agar
tinja tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan pandangan yang tidak
menyenangkan belum ada pemikiran bahwa latrin dibangun dengan alasan kesehatan
karena tinja atau kotoran manusia dapat menularkan penyakit. Pembuatan susia
oleh masyarakat pada masa itu juga karena air sungai yang biasa mereka minum
sudah kotor dan tidak terasa enak, bukan karena minum air sungai dapat
menyebabkan penyakit (Greene, 1984). Dari dokumen lain juga tercatat bahwa pada
zaman Romawi Kuno telah dikeluarkan suatu peraturan yang mengharuskan kepada
masyarakat untuk (Hanlon, 1974):
1.
Mencatat pembangunan rumah
2.
Melaporkan adanya binatang-binatang yang
berbahaya
3.
Melaporkan binatang peliharaan/ternak
yang dapat menimbulkan bau
4.
Pemerintah melakukan supervise ke
tempat-tempat minuman, warung makanan, tempat prostitusi, dan lain-lain.
Setelah itu kesehatan masyarakat makin dirasakan
perlunya di awal abad ke-1 sampai ke-7 dengan alas an sebaai berikut :
1.
Berbagai penyakit menular mulai
menyerang penduduk dan telah menjadi epidemi, bahkan ada yang menjadi endemis
2.
Di Asia, khususnya Timur Tengah, Asia
Selatan, dan Afrika muncul penyakit kolera yang telah tercatat sejak abad ke-7
bahkan penyakit kolera di India telah
menjadi endemis. Penyakit lepra telah menyebar ke Mesir, Asia kecil, dan Eropa
melalui para emigran.
Berbagai upaya telah diupayakan untuk mengatasi
kasus epidemic dan endemis, di antaranya masyarakat mulai memperhatikan masalah
:
1.
Lingkungan terutama hygiene dan sanitasi
lingkungan
2.
Pembuangan kotoran manusia (latrin)
3.
Mengusahakan air minum bersih
4.
Pembuangan sampah
5.
Pembuatan ventilasi yang memenuhu syarat
Pada abad ke-14 mulai terjadi wabah pes yang dasyat
di China dan India. Pada tahun 1340 telah tercatat 13 juta orang meninggal
karena wabah pes. Di India, Mesir, dam Gaza dilaporkan bahwa 13 ribu orang
meninggal tiap hari karena serangan pes. Berdasrkan catatan, jumlah orang yang
meninggal karena wabah penyakit pes di seluruh dunia pada waktu itu mencapai
lebih dari 60 juta orang, sehingga kejadian pada waktu itu disebut “The Black Death”. Serangan wabah
penyakit menular ini berlangsung sampai abad ke-18. Di samping wabah pes, wabah
kolera dan tifus juga masih berlangsung. Pada tahun 1603 lebih dari 1 dari 6
orang meninggal karena penyakit menular, dan tahun 1665 sekitar 1 dari 5 orang meninggal. Pada
tahun 1759 dilaporkan 70 ribu orang penduduk di kepulauan Cyprus meninggal
karena peyakit menular. Penyakit lain yang menjadi wabah antara lain dipteri,
tifus, disentri, dan lain-lain.
2. PERIODE ILMU PENGETAHUAN
Pada
akhir abad ke-18 dan di awal abad ke-19, bangkitnya ilmu pengetahuan mempunyai
dampak yang sangat luas dalam segala aspek kehidupan manusia, termasuk pada
aspek kesehatan. Pada abad ini pendekatan dalam penanganan masalah kesehatan
tidak hanya memandang pada aspek bilogis saja, tetapi sudah komprehensif dan
multisektoral. Selain itu, telah ditemukan berbagai macam penyebab penyakit dan
vaksin sebagai pencegahan penyakit.
Penemu dan hasil
penemuan dalampenanggulangan penyakit :
Penemu
|
Hasil
temuan
|
Louis Pasteur
|
Vaksin untuk mencegah penyakit cacar
|
Joseph Lister
|
Asam carbol untuk sterilisasi ruang
operasi
|
William Marton
|
Ether sebagai anestesi pada waktu
operasi
|
Upaya-upaya kesehatan masyarakat secara ilmiah mulai
dilaksanakan di Inggris. Hal ini terkait dengan wabah pemyakit endemis kolera
tahun 1832 yang terjadi masyarakat di perkotaan, terutama yang miskin. Parlemen
Inggris membentuk komisi penanganan pada penyakit ini dan Edwin Chadwich
seorang pakar social ditunjuk sebagai ketua komisi untuk melakukan penyelidikan
mengenai penyebab wabah kolera ini. Hasil penyelidikan yang dilaporkan di
antaranya yaitu masyarakat yang hidup dalam kondisi sanitasi yang buruk, susia
penduduk berdekatan dengan aliran air kotor dan pembuangan kotoran manusia,
adanya aliran air limbah terbuka yang tidak teratur, makanan yang dijual di
pasar tidak higienis, sebagian besar masyarakat hidup miskin, serta bekerja
rata-rata 14 jam per hari sementara gaji yang diperoleh tidak dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hasil laporan Edwin Chadwich tersebut dilengkapi dengan
analisis data yang lengkap dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Akhirnya, parlemen Inggris mengeluarkan undang-undang yang mengatur upaya-upaya
peningkatan kesehatan penduduk dan berbagai peraturan tentang sanitasi
lingkungan, sanitasi tempat-tempat
kerja, pabrik, dan lain-lain.
Berawal dari penelitiannya, Edwin Chadwich tertarik
untuk lebih jauh mempelajari kesehatan masyarakat, sehingga saat itu ia menjadi
pioneer dalam ilmu kesehatan masyarakat.
Generasi setelah Chadwich adalah Winslow muridnya yang kemudian dikenal sebagai
pembina kesehatan masyarakat modern. Winslow merumuskan definisi kesehatan
masyarakat yang kemudian diterima oleh WHO. Sejak sat itu, lahirlah berbagai
macam definisi sehat. John Snow, adalah seorang tokoh yang tidak asing dalam
dunia kesehatn masyarakat dalam upaya susksenya mengatasi penyakit kolera yang
melanda kota London. Hal yang perlu dicatat di sini adalah bahwa John Snow
mempergunakan pendekatan epidemiologi dalam menganalisis wabah penyakit kolera,
yaitu dengan menganalisis tempat, orang, dan waktu sehingga dianggap sebagai The Father of Epidemiology.
Pada akhir abad ke-19 dan di awal abad ke-20,
pendidikan untuk tenaga kesehatan yang professional mulai dikembangkan. Tahun
1893, John Hopkins seorang pengusaha wiski dari Amerika memelopori berdirinya
universitas yang di dalamnya terdapat Fakultas Kedokteran. Pada tahun 1908
sekolah kedokteran mulai menyebar ke Eropa, Kanada, dan negara-negara lain.
Dalam perkembangannya, kurikulum sekolah kedokteran mulai memerhatikan masalah
kesehatan masyarakat dan sudah didasarkan pada suatu asumsi bahwa penyakit dan
kesehatan merupakan hasil interaksi yang dinamis antara faktor genetik,
lingkungan fisik, lingkungan social, kebiasaab perorangan, dan pelayanan
kesehatan. Dari segi pelayanan kesehatan masyarakat, pada tahun 1855
pemerintaah Amerika membentuk Departemen Kesehatan yang pertama kali dengan
tujuan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi penduduk, termasuk perbaikan
dan pengawasan sanitasi lingkungan.
B.
PERKEMBANGAN
KESEHATAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Perkembangam
kesehatan masyarakat di Indonesia di mulai pada abad ke-16, yaitu di mulai
dengan adanya upaya pemberantasan penyakit cacar dan kolera yang sangat ditakuti
oleh masyarakat saat itu. Penyakit kolera masuk ke Indonesia tahun 1927, dan
pada tahun 1937 terjadi wabah kolera eltor. Selanjutnya tahun 1948 cacar masuk
ke Indonesia melalui Singapura dan mulai berkembang di Indonesia, sehingga
berawal dari wabah kolera tersebut pemerintah Belanda melakukan upaya-upaya
kesehatan masyarakat. Gubernur Jenderal Deandels pada tahun 1807 telah
melakukan upaya pelatihan dukun bayi dalam praktik persalinnan. Upaya ini
dilakukan dalam rangka menurunkan angka kematian bayi yang tinggi. Namun, upaya
ini tidak bertahan lam, akibat langkanya tenaga pelatih kebidanan. Baru
kemudian di tahun 1930, program ini di mulai lagi dengan didaftarkannya para
dukun bayi sebagai penolong dan perawat persalinan. Pada tahun 1851 berdiri sekolah
dokter jawa oleh dr. Bosch dan dr. Bleeker Kepala Pelayanan Kesehatan Sipil dan
Militer Indonesia. Sekolah ini dikenal dengan nama STOVIA atau sekolah
pendidikan dokter pribumi. Pada tahun 1913 didirikan sekolah dokter ke-2 di
Surabaya dengan nama NIAS. Pada tahun 1947, STOVIA berubah menjadi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Selain itu,
perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia juga ditandai dengan berdirinya.
Pusat Laboratorium Kedokteran di Bandung tahun 1888, tahun 1938 pusat
laboratorium ini berubah menjadi Lembaga Eykman. Selanjutnya,
laboratorium-laboratorium lain juga didirikan di kota-kota seperti Medan,
Semarang, Makasar, Surabaya, dan Yogyakarta dalam rangka menunjang
pemberantasan penyakit malaria, lepra, cacar serta penyakit lainnya, bahkan
lembaga gizi dan sanitasi juga didirikan.
Pada tahun 1922,
penyakit pes masuk ke Indonesia dan tahun 1933-1935 penyakit ini menjadi
epidemis di beberapa tempat, terutama di Pulau Jawa. Pada tahun 1935 dilakukan
program pemberantasan penyakit pes dengan cara melakukan penyemprotan DDT
terhadap rumah-rumah penduduk dan vaksinasi massal. Tercatat sampai tahun 1941,
15 juta orang telah divaksinasi. Pada tahun 1925, Hydrich seorang petugas
kesehatan pemerintah Belanda melakukan pengamatan terhadap masalah tingginya
angka kematian dan kesakitan di Banyumas Purwokerto. Dari hasil pengamatan dan
analisisnya, disimpulkan bahwa tingginya angka kematian dan kesakitan di kedua
daerah tersebut dikarenakan buruknya kondisi sanitasi lingkungan, masyarakat buang
air besar di sembarang tempat, dan penggunaan air minum dari sungai yang telah
tercemar. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa rendahnya sanitasi lingkungan
dikarenakan perilaku penduduk yang kurang baik, sehingga Hydrich memulai upaya
kesehatan masyarakat dengan mengembangkan daerah percontohan, yaitu dengan cara
melakukan promosi dengan mengenai pendidikan kesehatan. Sampai sekarang usaha
Hydrich ini dianggap sebagai awal kesehatan masyarakat di Indonesia.
Memasuki zaman
kemerdekaan, salah satu tonggak
perkembangan kesehatan masyarakat di Indonesia adalah saat diperkenalkan konsep
Bandung pada tahun 1951 oleh dr.Y. Leimena dan dr. Patah, yang selanjutnya
dikenalkan dengan nama Patah-Leimena. Dalam konsep ini, diperkenalkan bahwa
dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat, aspek prevetif dan kuratif tidak
dapat dipisahkan. Hal ini berarti dalam mengembangkan system pelayan kesehatan,
kedua aspek in I tidak boleh dipisahkan, baik di rumah sakit atau di puskesmas.
Selanjutnya, pada tahun pada tahun1956 dimulai kegiatan pengembangan kesehatan
masyarakat oleh dr.Y. Sulianti dengan berdirinya Proyek Bekasi sebagai proyek
percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan masyarakat pedesaan di
Indonesia dan sebagai pusat pelatihan tenaga kesehatan. Proyek ini juga
menekankan pada pendekatan tim dalam pengelolaan program kesehatan. Untuk
melancarkan penerapan konsep pelayanan terpadu ini, terpilih delapan desa
wilayah pengembangan masyarakat.
1.
Sumatera Utara : Indrapura
2.
Lampung
3.
Jawa Barat : Bojong Loa
4.
Jawa Tengah : Sleman
5.
Yogyakarta : Godean
6.
Jawa Timur : Mojosari
7.
Bali : Kesiman
8.
Kalimantan Selatan : Barabai
Kedelapan wilayah tersebut merupakan cikal bakal
system puskesmas sekarang ini. Pada bualan November 1967, dilakuka seminar yang
membahas dan merumuskan program kesehatan masyarakat terpadu sesuai dengan
kondisi dan kemampuan rakyat Indonesia, yaitu mengenai konsep puskesmas yang
dipaparkan oleh dr. Achmad Dipodiligo yang mengacu pada Konsep Bandung dan
Proyek Bekasi. Dalam seminar ini telah disimpulkan dan disepakati meneganai
system puskesmas yang terdiri dari tipe A, B, dan C. akhirnya pada tahun 1968
dalam rapat kerja kesehatan nasional, dicetuskan bahwa puskesmas merupakan suatu
system pelayanan kesehatan terpadu, yang kemudiandikembangkan oleh pemerintah
DEPKES menjadi Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Puskesmas disepakati sebagai unit pelayanan
kesehatan yang memberikan pelayanan kuratif dan preventif secara terpadu,
menyeluruh, dan mudah dijangkau, dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian
kecamatan di kotamadya atau kabupaten. Sebagai lini terdepan pembangunan
kesehatan, puskesmas diharapkan selalu tegar. Untuk itu, diprkenalkanlah
program untuk selalu menguatkan puskesmas. Di Negara berkembang seperti
Indonesia, fasilitas kesehatan berlandaskan masyarakat dirasakna lebih efektif
dan penting.
Departemen kesehatan
telah membuat usaha intensif untuk membangun puskesmas yang kemudian dimasukkan
kedalam master plan untuk operasi penguatan pelayanan kesehatan nasional.
Kegiatan pokok dalam program dasar dan utama puskesmas mencakup 18 kegiatan,
yaitu:
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
2. Keluarga Berencana (KB)
3. Gizi
4. Kesehatan lingkungan
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
serta imunisasi
6. Penyuluhan kesehatan masyarakat
7. Pengobatan
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Perawatan kesehatan masyarakat
10. Kesehatan gigi dan mulut
11. Usaha kesehatan jiwa
12. Optometri
13. Kesehatan geriatric
14. Latihan dan olahraga
15. Pengembangan obat-obat tradisional
16. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
17. Laboratorium dasar
18. Pengumpulan informasi dan pelaporan untuk
system informasi kesehatan
Pada
tahun 1969, system puskesmas hanya disepakati dua saja, yaitu Puskesmas tipe A
yang dikelola oleh dokter dan Puskesmas tipe B yang dikelola oleh seorang
paramedic. Dengan adanya perkembangan tenaga medis, maka pada tahun 1979 tidak
diadakan perbedaan Puskesmas tipe A atau Tipe B, hanya ada satu puskesmas saja,
yang dikepalai oleh seorang dokter. Namun, kebijakan tentang pimpinan puskesmas
mulai mengalami perubahan tahun 2000, yaitu puskesmas tidak arus dipimpin oleh
seorang dokter, tetapi dapat juga dipimpin oleh seorang sarjana Kesehatan
Masyarakat. Hal ini tentunya diharapkan dapat membawa perubahan yang positif,
dimana tenaga medis lebih diarahkan pada pelayanan langsung pada klien dan
tidak disibukkan dengan urusan administrative/manajerial, sehingga mutu
pelayanan dapat ditingkatkan. Di propinsi jawa timur misalnya, sudah dijumpai
Kepala Puskesmasdari lulusan sarjana Kesehatan Masyarakat seperti di kabupaten
Gresik, Bojonegoro, Bondowoso, dan lain sebagainya. Pada tahun 1979
dikembangkan satu peranti manajerial guna penilaian puskesmas, yaitu
stratifikasi puskesmas, sehingga dibedakan adanya:
1. Strata 1, puskesmas dengan pestasi sangat baik
2. Strata 2, puskesmas dengan prestasi rata-rata
atau standar
3. Strata 3, puskesmas dengan prestasi dibawah
rata-rata
Peranti
manajerial puskesmas yang lain berupa microplanning
untuk perencanaan dan lokakarya mini untuk pengorganisasian kegiatan dan
pengembangan kerja sama tim. Pada tahun 1984, tanggung jawab puskesmas
ditingkatkan lagi dengan berkembangna program paket terpadu kesehatan dan
Keluarga Berencana (posyandu) yang mencakup Keshatan Ibu dan Anak, keluarga
berencana, gizi penanggulangan penyakit diare, dan imunisasi.
Sampai
tahun 2002, jumlah puskesmas di Indonesia mencapai 7.309. hal ini berarti 3,6
puskesmas per 100.000 penduduk atau satu puskesmas melayani sekitar 28.144
penduduk. Sementara itu, jumlah desa di Indonesia mencapai 70.921 pada tahun
2003, yang berarti setidaknya satu puskesmas untuk tiap sepuluh desa –
dibandingkan dengan rumash sakit yang harus melayani 28.000 penduduk. Jumlah
puskesmas masih terus dikembangkan dan diatur lebih lanjut untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan yang prima. Jumlah puskesmas masih jauh dari memadai,
terutama di daerah terpencil. Di luar jawa dan sumatera, puskesmas harus
menangani wilayah yang luas, (terkadang beberapa kali lebih luas dari satu
kabupaten di jawa) dengan jumlah penduduk yang lebih sedikit. Sebuah puskesmas
terkadang hanya melayani 10.000 penduduk. Selain itu, bagi sebagian penduduk
pukesmas terlalu jauh untuk dicapai.
C.
PUSKESMAS MENJADI UJUNG TOMBAK PELAYANAN
Saat ini pemerintah menjadikan puskesmas
sebagai ujung tombak utama pelayanan kesehatan pada masyarakat sekaligus
sebagai wadah isu strategis. Misalnya, isu strategis aksesibilitas layanan dan
penyediaan sumber daya manusia serat sarana dan prasaran. Puskesmas juga mampu
menjadi tempat pelayanan kesehatan pilihan utama masyarakat, karena dekat
dengan tempat tinggal dan murah dari segi biaya pelayanan. Rata-rata biaya
retribusi yang dikenakan berkisar Rp. 1.500,00 sampai Rp. 2.000,00. Bahkan
berbagai daerah telah menerapkan program pengobatan gratis yang difokuskan
untuk rawat jalan bagi setiap lapisan masyarakat, baik kaya maupun miskin. Hal
ini dilaksanakan oleh pemerintah daerah agar masyarakat menyadari pentingnya
berobat ke puskesmas. Dengan diberlakukannya pengobatan gratis di puskesmas,
maka puskesmas tidak lagi dibebani pemasukan dalam Pendapatan Asli Daerah
(PAD). Sebaliknya, daerah mengalokasikan sejumlah dana untuk mendukung
operasionalisasi di puskesmas, seperti biaya obat-obatan.
Selain menjadikan puskesmas ujung tombak pelayanan, pemerintah daerah
juga mulai mendekatkan layanan dokter spesialis kepada masyarakat. Umumny ada
dua cara yang ditempuh daerah, yaitu menempatkan dokter spesialis di puskesmas
atau menentukan puskesmas khusus. Kebijakan menempatkan dokter spesialis di
puskesmas dilatarbelakangi oleh anggapan bahwa dokter spesialis identic dengan
pelayanan pelayanan kesehatan yang mahal atau hanya bisa diperoleh masarakat
apabila berobat ke rumah sakit. Bagi daerah yang belum mampu menempatkan layanan
dokter spesialis di setiap puskesmas, daerah mengatasinya dengan dokter
spesialis keliling. Sampai saaat ni, dokter spesialis yang banyak ditempatkan
di puskesmas adalah dokter spesialis kandungan, mata, kulit dan penyakit dalam.
Sementara itu, kebijakan menjadikan puskesmas sebagai puskesmas spesifikasi
biasanya didasari oleh kondisi geografis daerah. Puskesmas spesifikasi yang
banyak didirikan, khususnya di jawa timur adalah puskesmas khusus mata,
obstetric-ginekologi, puskesmas bencana dan puskesmas wisata.
1.
KONSEP PUSKESMAS
Puskesmas adalah
suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat pembangunan
kesehatan, pusat pembinaan partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan, serta
pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya
secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang
bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
2.
DEFINISI PUSKESMAS
Para ahli
mendefinisikan puskesmas sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pelayanan
kesehatan. Definisi puskesmas antara lain sebagai berikut:
1.
Azrul
Azwar (1980). Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi fungsional yang
langsung memberikan pelayanan secara menyeluruh kepada masyarakat dalam suatu
wilayah kerja tertentu dalam bentuk usaha-usaha kesehatan pokok.
2.
Departemen
Kesehatan RI (1981). Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan
yang langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi
kepada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok.
3.
Departemen
Kesehatan RI (1987). Puskesmas merupakan pusat pembangunan kesehatan yang
berfungsi mengembangkan dan membina kesehatan masyarakat, serta
menyelenggarakan pelayanan kesehatan terdepan dan terdekat dengan masyarakat
dalam bentuk kegiatan pokok yang menyeluruh dan terpadu di wilayah kerjanya.
4.
Departemen
Kesehatan RI (1991). Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan
fungsional yang merupaan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat dalam memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
3.
FUNGSI PUSKESMAS
Fungsi pokok
puskesmas, antara lain:
1.
Sebagi
pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya
2.
Membina
peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan kemampuan
untuk hidup sehat
3.
Memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya.
Sementara proses
dalam melaksanakan fungsinya dilakukan dengan cara:
1.
Merangsang
masyarakat, termasuk pihak swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka
menolong dirinya sendiri.
2.
Memberikan
peunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan sumber
daya yang ada secara efektif dan efisien.
3.
Memberikan
bantuan, baik yang bersifat bimbingan teknik materi, rujukan medis, maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat.
4.
Memberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
5.
Bekerja
sama dengan sector-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program
puskesmas.
4. VISI
PUSKESMAS
Gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan pusat kesehatan
adalah sebagai berikut:
1.
Masyarakat
hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat.
2.
Memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata.
3.
Memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah republic
Indonesia.
5. MISI
PUSKESMAS
Misi puskesmas
sebagai pusat pengembangan kesehatan yang dapat dilakukan melalui berbagai
upaya, antara lain sebagai berikut:
1.
Memperluas
jangkauan pelayanan kesehatan masyarakat
2.
Meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan
3.
Mengadakan
peralatan dan obat-obatan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
4.
Mengembangkan
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).
6. STRATEGI
PUSKESMAS
Strategi puskesmas
untuk mewujudkan pembangunan kesehatan antara lain:
1.
Pelayanan
kesehatan yang bersifat menyeluruh (comprehensive
health care servicei).
2.
Pelayanan
kesehatan yang menerapkan pendekatan yang menyeluruh (holistic approach)
7. SASARAN
DAN MEKANISME PELAYANAN KEPERAWATAN
KESEHATAN MASYARAKAT DI PUSKESMAS
1.
Keluarga
yang belum terjangkau pelayanan kesehatan
2.
Kelurga
dengan risiko tinggi
3.
Keluarga
dengan kasus tindak lanjut keperawatan
4.
Pembinaan
kelompok khusus (sesuai prioritas daerah)
5.
Pembinaan
desa atau masyarakat bermasalah (sesuai dengan prioritas daerah)
8. PELAYANAN
PUSKESMAS
1.
Pelayanan
di Dalam Gedung
a.
Penerimaan
klien di loket pendataran
b.
Proses
seleksi kasus prioritas. Pelayanan medis
yang diberikan berupa:
·
Asuhan
keperawatan, dari proses seleksi akan diketahui sasaran prioritas dan
nonprioritas – sasaran prioritas perlu ditindaklanjuti berupa rujukan ke rumah
sakit atau rjukan ke puskesmas dengan ruang rawat inap.
·
Tindak
lanjut pelayanan kesehatan dapat berupa asuhan keperawatan keluarga, kelompok
dan masyarakat.
c.
Penyampaian
informisa klien yang memerlukan tindak lanjut asuhan keperawatan keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
2.
Pelayanan
di Luar Gedung
a.
Mempelajari
informasi mengenai data kesenjangan pelayanan keshatan dan menampung informasi
yang berasal dari masyarakat.
b.
Seleksi
untuk mendapatkan sasaran prioritas, yaitu : individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
c.
Menyampaikan
informasi sasaran prioritas
d.
Pelaksanaan
asuhan keperawatan terhadap sasaran prioritas
9. KEGIATAN POKOK PUSKESMAS
Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang
terbaru, terdapat 20 usaha pokok kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas.
Namun, pelaksanaanya sangat bergantung pada factor tenaga, sarana dan
prasarana, biaya yang tersedia, serta kemampuan manajemen dari tiap-tiap puskesmas.
Kegiatan pokok puskesmas antara lain sebagai berikut :
1.
Upaya kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a.
Pemeliharaan ibu hamil, melhirkan dan
menyusui, serta bayi, anak balita dan anak prasekolah.
b.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang
makanan guna mencegah gizi buruk.
c.
Imunisasi.
d.
Pemberian pendidikan kesehatan tentang
perkembangan anak dan cara menstimulasinya.
e.
Pengobatan bagi ibu, bayi, anak balita,
serta prasekolah yang menderita bermacam-macam penyakit ringan, dan lain-lain.
2.
Upaya Keluarga Berencana (KB)
a.
Mengadakan kursus keluarga berencana
untuk para ibu dan calon ibu yang mengunjungi KIA
b.
Mengadakan Kursus Keluarga Berencana
kepada dukun yang akan bekerja sebagai penggerak calon peserta keluarga
berencana.
c.
Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
cara pemasangan IUD, cara-cara penggunaan pil, kondom dan alat- alat
kontrasepsi lainnya.
3.
Upaya perbaikan gizi
a.
Mengenali penderita-penderita kekurangan
gizi.
b.
Mengembangkan program perbaikan gizi.
c.
Memberikan pendidikan gizi kepada
masyarakat.
4.
Upaya kesehatan lingkungan
a.
Penyehatan air bersih.
b.
Penyehatan pembuangan kotoran.
c.
Penyehatan lingkungan perumahan.
d.
Penyehatan limbah.
e.
Pengawasan sanitasi tempat umum.
f.
Penyehatan makanan dan minuman.
g.
Pelaksanaan peraturan perundangan.
5.
Upaya pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular
a.
Mengumpulkan dan menganalisis data
penyakit.
b.
Melaporkan kasus penyakit menular.
c.
Menyelidiki benar atau tidaknya laporan
yang masuk.
d.
Melakukan tindakan permulaan untuk
mencegah penyebaran penyakit menular.
e.
Menyembuhkan penderita sehingga tidak
lagi menjadi sumber infeksi.
f.
Pemberian imunisasi.
g.
Pemberantasan vector.
h.
Pendidikan kesehatn kepada masyarakat.
6.
Upaya pengobatan
a.
Melaksanakan diagnosis sedini mungkin
melalui :
·
Mendapatkan riwayat penyakit
·
Mengadakan pemeriksaan fisik
·
Mengadakan pemeriksaan laboratorium
·
Membuat diagnosis
b.
Melaksanakan tindakan pengobatan.
c.
Melakukan upaya rujukan.
7.
Upaya penyuluhan kesehatan masyarakat
a.
Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan
oleh petugas di klinik ,rumah, dan kelompok-kelompok masyarakat.
b.
Ditingkat puskesmas tidak ada petugas
penyuluhan tersendiri tetapi ditingkat kabupaten terdapat tenaga-tenaga
koordinator penyuluhan kesehatan.
8.
Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9.
Kesehatan olahraga
10.
Perawatan kesehatan masyarakat
11.
Usaha kesehatan kerja
12.
Usaha kesehatan gigi dan mulut
13.
Usaha kesehatan jiwa
14.
Kesehatan mata
15.
Laboratorium (diupayakan tidak lagi
sederhana)
16.
Pencatatan dan pelaporan system
inforamasi kesehatan
17.
Kesehatan usia lanjut
18.
Pembinaan pengobatan tradisional
Kegiatan pokok puskesmas bersifat dinamis dan
berubah sesuai dengan kondisi masyarakat. Di samping penyelenggaraan
usaha-usaha kegiatan pokok puskesmas tersebut diatas, puskesmas sewaktu-waktu
dapat diminta untuk melaksanakan program kesehatan tertentu oleh pemerintah
pusat, misalnya melaksanakan Pekan Imuniasasi Nasional (PIN). Dengan demikian,
baik petunjuk pelaksanaan maupun pembekalan akan diberikan oleh pemerintah
pusat bersama pemerintah daerah.
10. PERAN PUSKESMAS
Dalam konteks otonomi daerah seperti saat ini,
puskersmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana
teknis. Puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial yang baik dan wawasan
jauh kedepan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut
ditunjukan dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui system perencanaan
yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan-kegiatan yang tersusun rapi,
serta memiliki system evaluasi dan pemantauan yang akurat. Selain itu,
puskesmas juga dituntut berperan serta aktif dalam pemanfaatan teknologi
informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif dan
terpadu.
11. WILAYAH KERJA PUSKESMAS
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau
sebagian dari kecamatan. Factor kepadatan penduduk, luas daerah geografis dan
keadaan infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan
wilayah kerja puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah daerah
tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh bupati
setelah mendengar saran teknis dari Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Provinsi. Dikota besar, wilayah kerja puskesmas bisa hanya satu kelurahan dan
puskesmas diibukota kecamatan menhajdi puskesmas rujukan yang berfungsi sebagai
pusat rujukan dari puskesmas kelurahan. Selain itu, puskesmas dikecamatan juga
mempunyai fungsi koordinasi. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah
puskesmas rata-rata 30.000 penduduk.
12. FASILITAS PENUNJANG
Dalam rangka memperluas jangkaun pelayan
kesehatan yang diberikan, puskesamas
perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang sederhana, antara lain
sebagai berikut :
1.
Puskesmas Pembantu
Puskesmas pembantu yang
lebih sering dikenal sebagai pustu atau pusban adalah unit pelayanan kesehatan
sederhana yang berfungsi menunjang dan membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan
puskesmas dalam ruang l;ingkup wilayah yang lebih kecil. Puskesmas pembantu
merupakan bagian integral dari puskesmas. Setiap puskesmas memiliki beberapa
puskesmas pembantu didlam wilayah kerjanya. Namun, terdapat beberapa puskesmas
yang tidak memiliki puskesmas pembantu, khususnya didaerah perkotaan.
2.
Puskesmas keliling
Puskesmas keliling
merupakan unit pelayanan kesehatan kesehatan kelilingan yang dilengkapi dengan
kendaran bermotor roda empat atau perhu motor, peralatan kesehatan, peralatan
komunikasi, serta sejumlah tenaga yang berasal dari puskesmas. Puskesmas
keliling yang berfungsi menunjang dan membantu kegiatan puskesmas dalam wilayah
yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan. Kegiatan puskesmas anatara
lain:
a.
Memberikan pelayanan kesehatankepada
masyarakat didaerah terpencil atau didaerah yang sulit dijangkau oleh pelayanan
puskesmas.
b.
Melakukan penyelidikan tentang kejadian
luar biasa (KLB)
c.
Dapat dipergunakan sebagai alat
transportasi penderita, misalnya dalam rangka rujukan kasus darurat.
d.
Melakukan penyuluhan kesehatan dengan
menggunakan alat audiovisual.
3.
Bidan desa
Disetiap desa yang
belum memiliki fasilitas pelayanan kesehatan, bidan desa ditempatkan untuk
tinggal didesa tersebut untuk memberikan pelayanan kesehatan. Bidan desa
bertanggung jawab labgsung kepada kepala puskesmas. Wilayah kerja bidan desa
adalah satu desa dengan jumlah penduduk rata-rata 3000 jiwa. Tugas utama bidan
desa adalah meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan melalui
pembinaan posyandu dan pembinaan kelompok dasawarsa, serta pertolongan
persalinan dirumah penduduk.
Dalam perkembanganya,
batasan-batasan diatas makin kabur seiring dengan diberlakukanya undang-undang
otonomi daerah yang elbih mengedepankan desentralisasi. Dengan otonomi setiap
daerah tingkat II memiliki kesempatan untuk mengembangkan puskesmas sesuai
rencana strategis (Renstra) kesehatan daerah dan rencana pembangunan jangka
daerah menengah (RPJMD) bidang kesehatan, sesuai dengan situasi dan kondisi
tingkat II.
13. PELAYANAN KESEHATAN MENYELURUH
Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas adalah
pelayanan kesehatan yang menyeluruh, yang meliputi pelayanan :
1.
Pengobatan (kurativ)
2.
Pencegahan (preventif)
3.
Peningkatan kesehatan (promotif)
4.
Pemulihan kesehatan( rehabilitatif)
14. PELAYANAN KESEHATAN INTEGRATIF
Sebelum ada puskesmas, pelayanan kesehatan
dikecamatan meliputi balai pengobatan, balai kesejahteraan ibu dan anak, usaha
hygiene sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit menular, dan lain-lain.
Usaha tersebut masih bekerja sendiri-sendiri dan bertanggung jawab langsung
kepada kepala dinas kesehatan Dati II. Dengan adanya system pelayanan kesehatan
melaui pusat kesehatan masyarakat, yaitu puskesmas. Oleh karena itu, berbgai
kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan bersama dibawah satu koordinasi dan satu
pimpinan.
15. KEDUDUKAN PUSKESMAS
1.
Kedudukan dalam bidang administrasi
Puskesmas merupakan
perangkat pemerintah daerah tingkat II dan bertanggung jawab langsung, baik
teknis maupun administrative kepada kepala dinas kesehatan Dati II.
2.
Kedudukan dalam hierarki pelayanan
kesehatan
Dalam urutan hierarki
pelayanan kesehatan sesuai dengan system kesehatan nasional (SKN), maka
puskesmas berkedudukan pada tingkat pasilitas kesehatan pertama. Apa yang
dimaksud dengan pelayanan kesehatan tingkat pertama adalah fasilitas, sedangkan
dalam hal pengembangan kesehatan, puskesmas dapat meningkatkan dan
mengembangkan diri kearah moderenisasi sitim pelayanan kesehatan disemua lini,
baik promotif, prepentif maupun rehabilitative sesuai kebijakan rencana
strategis daerah tingakat II dibidang kesehatan.
16. STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA
Susunan
organisasi puskesmas :
1.
Unsur pimpinan : kepala puskesmas
2.
Unsur pembantu pimpinan : urusan tata
usaha
3.
Unsure pelaksana : unit I, Unit II, Unit
III, Unit IV, Unit V, Unit VI, Unit VII
Tugas pokok
masing-masing unsure tersebut antara lain sebagai berikut :
1.
Kepala Puskesmas, mempunyai tugas
memimpin dan mengawasi kegiatan puskesmas
2.
Kepala Urusan Tata Usaha, mempunyai
tugas dibidang kepegawaian, keuangan, perlengkapan, dan surat menyurat, serta
pencatatan dan pelaporan
3.
Unit I, melaksanakan kegiatan
Kesejahteraan Ibu dan Anak, Keluarga Berencana, dan Perbaikan gizi
4.
Unit II, melaksanakan kegiatan
pencegahan dan pemberantasan penyakit
5.
Unit III, melaksanakan kegiatan
kesehatan gigi dan mulut, serta kesehatan tenaga kerja dan usia lanjut
6.
Unit IV, melaksanakan kegiatan kesehatan
masyarakat, sekolah, dan olahraga
7.
Unit V, melaksanakan kegiatan pembinaan,
pengembangan, dan penyuluhan kepada masyarakat
8.
Unit VI, melaksanakan kegiatan
pengobatan rawat jalan dan inap
9.
Unit VII, melaksanakan tugas kefarmasian
17. TATA KERJA PUSKESMAS
Dalam
melaksanakan tugasnya, puskesmas wajib menetapakan prinsip koordinasi,
integrasi, dan sinkronisasi, baik dalam lingkungan puskesmas maupun dalam
satuan organisasi di luar sesuai dengan tugasnya masing-masing. Kepala
Puskesmas bertanggung jawab memimpin, mengoordinasi semua unsur dalam
lingkungan puskesmas, dan memberikan bimbingan bagi pelaksanaan tugas
masing-masing. Setiap unsure dilingkungan puskesmas wajib mengikuti dan
mamatuhi petunjuk dan bertanggung jawab kepada Kepala Puskesmas.
18. JANGKAUAN PELAYANAN KESEHATAN
Sesuai dengan
keadaan geografis, luas wilayah, sarana perhubungan, dan kepadatan penduduk
dalam wilayah kerja suatu puskesmas, tidak semua penduduk dapat dengan mudah
mengakses pelayanan puskesmas. Agar jangkauan puskesmas lebih merata dan
meluas, puskesmas perlu ditunjang dengan puskesmas pembantu, puskesmas
keliling, dan bidan desa. Selain itu, peningkatan peran serta masyarakat untuk
mengelola posyandu dan membina dasawisma juga dapat menunjang jangkauan
pelayanan kesehatan.
v
DUKUNGAN
RUJUKAN
Sistem
rujukan upaya kesehatan merupakan suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan
yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale balik
atas timbulnya suatu masalah kesehatan masyaraka, baik secara vertical maupun
horizontal. Sistem rujukan secara konsepsional menyangkut hal-hal sebagai
berikut :
1.
Rujukan medis yang meliputi :
a.
Konsultasi penderita untuk keperluan
diagnostic pengobatan, tindakan operatif, dan lain-lain
b.
Pengiriman bahan untuk pemeriksaan
laboratorium yang lebih lengkap
c.
Mendatangkan atau mengirimkan tenaga
yang lebih kompeten/ahli unutk meningkatkan mutu pelayanan pengobatan
2.
Rujukan kesehatan, merupakan rujuakan
yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan
promotif, yang meliputi :
a.
Survey epidemologi dan pemberantasan
penyakit atas Kejadian Luar Biasa
b.
Pemberian pangan di wilayah yang
mengalami bencana kelaparan
c.
Penyelididkan penyebab keracunan,
bantuan teknologi penanggulangan keracunan, dan bantuan obat-obatan atas
terjadinya keracunan missal
d.
Pemberian makanan, tempat tinggal, dan
obat-obatan untuk pengungsi atas terjadinya bencana alam
e.
Saran dan teknologi untuk penyediaan air
bersih atas masalah kekurangan air bersih bagi masyarakat umum
f.
Pemeriksaan specimen di laboratorium
kesehatan, dan lain-lain
Tujuan sistem rujukan upaya kesehatan, antara
lain sebagai berikut :
1.
Umum
Dihasilkannya
pemerataan upaya pelayanan kesehatan yang didukung kualitas pelayanan yang
optimal dalam rangka memecahkan masalah kesehatan secara berdaya guna dan
berhasil guna
2.
Khusus
Dihasilkannya
upaya pelayanan kesehatan klinik yang bersifat kuratif dan rehabilitative,
serta dihasilkannya upaya kesehatan masyarakat yang bersifat preventif dan
promotif secara berhasil guna dan berdaya guna
Jenjang tingkat pelayanan kesehatan yang ada
di Indonesia :
Jenjang
|
Komponen/Unsur
Pelayanan Kesehatan
|
Tingkat rumah tangga
|
Pelayanan kesehatan
oleh individu/keluarganya sendiri
|
Tingkat masyarakat
|
Kegiatan swadaya
masyarakat dalam menolong mereka sendiri oleh kelompok paguyuban PKK, Saka
Bhakti Husada, anggota RW, RT, dan masyarakat
|
Fasilitas pelayanan
kesehatan professional tingkat pertama
|
Puskesmas, Puskesmas
Pembantu, Puskesmas Keliling, Praktik Dokter Swasta, dan Poliklinik Swasta
|
Fasilitas pelayanan
rujukan tingkat pertama
|
Rumah sakit kabupaten/kota,
rumah sakit swasta, klinik swasta, laboratorium, dan lain-lain
|
Fasilitas pelayanan
rujukan yang lebih tinggi
|
Rumah sakit tipe B
dan tipe A, lembaga spesialistik swasta, laboratorium kesehatan daerah,
laboratorium klinik swasta, dan lain-lain
|
Sementara itu, alur rujukan medis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
1.
Internal antara petugas puskesmas
2.
Antara puskesmas pembantu dengan
puskesmas
3.
Antara masyarakat dengan puskesmas
4.
Antara puskesmas yang satu dengan
puskesmas lain
5.
Antara puskesmas dengan rumah sakit,
laboratorium, atau fasilitas kesehatan lainnya
Langkah-langkah yang ditempuh puskesmas dalam upaya
meningkatkan mutu rujukannya antara lain sebagai berikut :
1.
Meningkatkan mutu pelayanan di puskesmas
dalam menampung rujukan dari puskesmas pembantu dan pos kesehatan lain dari
masyarakat
2.
Mengadakan pusat rujukan antara dengan
mengadakan ruangan tambahan untuk `10 tempat tidur perawatan penderita gawat
darurat di lokasi yang strategis
3.
Meningkatkan sarana komunikasi anatara
unit pelayanan kesehatan
4.
Menyediakan puskesmas keliling di setiap
kecamatan dalam bentuk kendaraan roda empat atau perahu motor yang dilengkapi
alat komunikasi
5.
Menyediakan sarana pencatatan dn laporan
bagi sistem rujukan, baik rujukan medis
maupun rujukan kesehatan
Meningkatkan upaya dana sehat masyarakat untuk
menunjang pelayanan rujukan
v PUSKESMAS PERAWATAN
Puskesmas
perawatan atau puskesmas rawat inap merupakan puskesmas yang diberi ruangan tambahan dan fasilitas
untuk menolong penderita gawat darurat, baik berupa tindakan operatif terbatas
maupun rawat inap sementara
Criteria
puskesmas perawatan, antara lain sebagai berikut :
1.
Puskesmas terletak kurang lebih 20 km
dari rumah sakit
2.
Puskesmas mudah dicapai dengan kendaraan
bermotor
3.
Puskesmas dipimpin oleh dokter dan telah
mempunyai tenaga yang memadai
4.
Jumlah kunjungan puskesmas minimal 100
orang per hari
5.
Penduduk wilayah kerja puskesmas dan
penduduk wilayah tiga puskesmas disekitarnya
6.
Pemerintah daerah bersedia menyediakan
dana rutin yang memadai
Puskesmas perawatan merupakan “pusat rujukan antara”
bagi penderita gawat darurat. Kegiatan puskesmas perawatan meliputi, melakukan
tindakan operatif terbatas terhadap penderita gawat darurat, misalnya
kecelakaan lalu lintas,. Persalinan dengan penyulit, penyakit lain yang mendadak
dan gawat, merawat sementara penderita gawat darurat atau untuk observasi
penderita dalam rangka diagnostic dengan rata-rata 3-7 hari perawatan,
melakukan pertolongan sementara untu pengiriman penderita ke rumah sakit,
memberikan pertolongan persalinan bagi kehamilan dengan resiko tinggi dan
persalinan dengan penyulit, serta melakukan metode operasi pria dan metode
operasi wanita untuk Keluarga Berencana.
Ketenagaan puskesmas perawatan meliputi dokter yang
telah mendapatkan latihan klinis di rumah sakit selama 6 bulan dalam bidang
bedah, obstetric ginekologi, pediatric dan interna, seorang perawata yang telah
dilatih selama 6 bulan dalam bidang perawatan bedah, kebidanan, pediatric dan
penyakit dalam, tigaorang perawat/bidan yan diberi tugas bergilir, serta satu
orang pekerja kesehatan.
Untuk melaksanakan kegiatannya, puskesmas perawatan
harus memiliki luas bangunan, ruangan pelayanan serta peralatan yang lebih
lengkap daripada puskesmas biasa, antara lain ruangan rawat tinggal yang
memadai, ruangan operasi dan pasca
operasi, ruangan persalinan dan menyusui, kamar perawat jaga, serta kamar linen
dan cuci. Sementara peralatan medis yang harus ada antara lain peralatan
operasi terbatas, peralatan obstetric patologis, peralatan vasektomi dan
tubektomi, peralatan resusitasi, serta minimal 10 tempat tidur dengan peralatan
perawatan. Selain itu, untuk memudahkab komunikasi, puskesmas perawatan harus
dilengkapi dengan telepon atau radio komunikasi jarak sedang dan minimal 1 buah
ambulan.
D. BENTUK-BENTUK PENDEKATAN DAN
PARTISIPASI MASYARAKAT
1.
POSYANDU
Posyandu
merupakan suatu forum komunikasi, forum alih teknologi, serta forum pelayanan
kesehatan oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai strategis dalam
mengembangkan sumber daya manusia sejak dini, sebagai pusat kegiatan masyarakat
dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana yang dikelola serta
diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas
kesehatan dalam rangka pencapaian norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Posyandu merupakan lembaga yang paling bagus dan paling dekat dengan
masyarakat, sehingga ideal untuk diterapkan di Indonesia. Dengan lembaga yang
sudah ada, posyandu dapat berkreasi dari sudut manapun. Sasaran dalam pelayanan
posyandu, yait bayi yang berusia kurang dari 1 tahun, anak balita usia 1
ssampai 5 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, ibu nifas, serta wanita usia subur.
Tujuan pokok dari posyandu antara
lain:
1.
Mempercepat penurunan angka kematian ibu
dan anak
2.
Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu
untuk menurunkan IMR
3.
Mempercepat penerimaan NKKBS
4.
Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang
peningkatan kemampuan hidup sehat.
5.
Pendekatan
dan pemerataan kesehata kepada masyarakat dalam usaha meningkatkan cakupan
pelayanan kesahatan kepada penduduk berdasarkan letak georafis.
Dasar pendirian posyandu: (1)
posyandu dapat memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam upaya pencegahan penyakit dan
PPPK,sekaligus dengan pelayanan KB: (2) posyandu dari masyarakat,untuk
masyarakat,dan oleh masyarakat,sehingga menimbulkan rasa memiliki masyarakat
terhadap upaya dalam bidang Kesehatan Keluarga Berencana.
Posyandu dibentuk dari pos-pos yang,seperti
pos penimbangan balita,posimunisasi,pos Keluarga Berencana (KB) desa,dan pos
kesehatan. Syarat pembentukan posyandu yaitu minimal terdapat 100 orang balita
dalam satu RW,terdiri atas 120kepala keluarga,disesuaikan dengan kemampuan
petugas 9BidanDesa), dan jarak antara kelompok rumah tidak terlalu jauh. Posyandu
sebaiknya berada di tempat yang mudah didatangi oleh masyarakat,ditentukan oleh
masyarakat sendiri,dapat merupakan local tersendiri, serta bila tidak
memungkinkan dapat dilaksanakan dirumah penduduk,balai rakyat,pos RT/RW,atau
pos lainnya. Sementara pelaksanaan kegiatan posyandu adalah anggota masyarakat
yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan
puskesmas. Sedangkan pengelola posyandu adalah pengurus yang dibentuk oleh
ketua RW yang berasal dari kader OKK, tokoh masyarakat formal dan informal,
serta kader kesehatan yang ada diwilayah tersebut.
Kegiataan posyandu meliputi tujuh kegiatan
utama yang disebut Sapta Krida Posyandu, yaitu;
1.
Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA)
2.
Keluarga
berencana (KB)
3.
Imunisasi
4.
Peninngkatan
gizi
5.
Penanggulangan
diare
6.
Sanitasi
dasar
7.
Penyediaan
obat esensial
Selain itu, pelayanan kesehatan yang
dijalankan di posyandu meliputi hal-hal sebagai berikut :
1.
Pemeliharaan
kesehatan bayi dan balita
a.
Penimbangan
bulanan
b.
Pemberian
tambahan makanan bagi yang berat badannya kurang.
c.
Imuniasi
bayi 3-14 bulan
d.
Pemberian
oralit untuk menanggulangi diare
e.
Pengobatan
penyakit sebagai pertolongan pertama
2.
Pemeliharaan
kesehatan ibu hamil,ibu menyusui,dan pasangan usia subur
a.
Pemeriksaan
kesehatan umum
b.
Pemeriksaan
kehamilan dan nifas
c.
Pelayanan
peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
d.
Imunisasi
tetanus untuk ibu ham
e.
Penyuluhan
kesehatan dan KB
3.
Pemberian
alat kontrasepsi
4.
Pemberian
oralit pada ibu yang terkena penyakit diare
5.
Pengobatan
penyakit sebagai pertolongan pertama
6.
Pertlongan
pertama pada kecelakaan
Tugas kader dalam
rangka penyelengaraan posyandu dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai
berikut:
1.
Tugas
sebelum pelaksanaan posyandu
Tugas ini disebut juga tugas pada hari H(-)
posyandu yang meliputi:
a.
Menyiapkan
alat dan bahan, yaitu alat penimbangan bayi, KMS, alat peraga, alat pengukur
LILA,obat-obatan yang dibutuhkan (pil besi,vitamin A, oralit), serta bahan
materi penyuluhan;
b.
Mengundang
dan megerakkan masyarakat,yaitu memberi tahu ibu-ibu untuk datang ke posyandu;
c.
Menghubungi
pokja posyandu, yaitu menyampaikan rencana kegiatan kepada kantor desa dan
meminta mereka untuk memastikan apakah petugas sector bisa hadir saat
pelaksanaan posyandu;
d.
Melaksanakan
pembagian tugas, yaitu menentukan pembagian tugas di antara kader posyandu,baik
untuk persiapan maupun pelaksanaan kegiatan;
2.
Tugas
pada pelaksanaan posyandu
Tugas ini disebut juga tugas pada hari H
posyandu dengan tugas pelayanan 5 meja, yang meliputi;
a.
Meja 1
-
Pendaftaran,
mendaftar bayi/balita, ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan usia subur
-
Pencatatan
bayi, ibu hamil, ibu menyusui, dan pasangan usia subur , yaitu menuliskan nama
balita pada KM dan secarik kertas yang diselipkan pada KMS, serta menuliskan
nama ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil.
b.
Meja 2
Penimbangan balita , ibu hamil dan mencatat hasil penimbangan pada
secarik kertas yang akan dipindahkan pada KMS
c.
Meja 3
Pengisian KMS (Kartu Menuju Sehat), memindahkan catatan hasil
penimbangan balita dari secarik kertas kedalam KMS.
d.
Meja 4
-
Diketahui
berat badan anak yang naik atau tidak naik, ibu hamil dengan resiko tinggi, dan
PUS yang belum mengikuti KB.
-
Penyuluhan
kesehatan, menjelaskan data KMS atau keadaan anak berdasakan data kenaikan
berat badan yang digambarkan dalam grafik KMS kepada ibu bayi/balita dan
memberikan penyuluhan kepada setiap ibu dengan mengacu pada data KMS anaknya
atau hasil pengamatan mengenai masalah yang dialami
e.
Meja 5
Pelayanan sektor yang biasanya dilakukan oleh petugas kesehatan di
antaranya dokter perawat,juru imunisasi, dan sebagainya. Pelayanan yang
diberikan meliputi: pemberian imunisasi, pemberian pil tambah darah (pil besi),
vitamin A dan obat-obatan lainnya, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan
kesehatan,dan pengobatan, serta pelayanan kontrasepsi seperti IUD, suntikan,
dan lain-lain.
3.
Tugas setelah pelaksanaan posyandu
Tugas ini disebut juga pada H (+)
posyandu, yang meliputi :
a.
Memindahkan catatan-catatan dalam KMS ke
dalam buku register atau buku bantu kader.
b.
Menilai (mengevaluasi) hasil kegiatan
dan merencanakan kegiatan posyandu pada bulan berikutnya.
c.
Kegiatan diskusi kelompok (penyuluhan
kelompok) bersama ibu-ibu yang lokasi rumahnya berdekatan (kelompok dasawisma).
d.
kegiatan kunjungan rumah ( penyuluhan
perorangan), sekaligus untuk tindak lanjut dan mengajak ibu-ibu datang ke
posyandu pada kegiatan bulan berikutnya.
Prinsip dasar posyandu adalah sebagai
berikut :
1.
Posyandu merupakan usaha masyarakat
dimana terdapat perpaduan antara pelayanan professional dan nonprofessional
(oleh masnyarakat).
2.
Adanya kerja sama lintas program yang
baik (KIA, KB, gizi, imunisasi, dan penanggulangan diare) maupun lintas
sektoral (Departemen Kesehatan RI dan BKKBN).
3.
Kelembagaaan masyarakat (pos desa,
kelompok timbang atau pos timbang , pos imunisasi, pos kesehatan dan lain-lain.
4.
Mempunyai sasaran penduduk yang sama
(bayi 0-1 tahun, anak balita 1-4 tahun, ibu hamil, dan PUS).
5.
Pendekatan yang digunakan adalah
pengembangan dan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) atau primary Health Care (PHP).
Langkah – langkah pembentukan posyandu adalah
sebagai berikut :
1.
Perumusan masalah: survei mawas diri dan
penyajian hasil survey (lokakarya mini).
2.
Perencanaan pemecahan masalah:
kaderisasi sebagai pelaksanaan posyandu, pembentukan pengurus sebagai pengelola
posyandu dan menyusun rencana kegiatan posyandu.
3.
Pelaksanaan kegiatan: kegiatan
diposyandu sekali sebulan atau lebih, pengumpulan dana sehat dan pencatatannya serta laporan kegiatan
posyandu.
4.
Evaluasi: evaluasi hasil kegiatan yang
sedang berjalan dan evaluasi hasil kegiatan sesuai dengan batas waktu yang
telah ditetapkan.
5.
Kesimpulan
a.
Posyandu merupakan kegiatan yang telah
dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk pos timbangan, PMT (Ppemberian Makanan Tambahan),
pos kesehatan dan sebagainya dengan motivasi baru yang merupakan bentuk
operasional dari pendekatan strategis keterpaduan 5 program atau KB kesehatan
dalam rangka mempercepat penurunan angka kematian bayi, balita, dan penurunan
angka fertilitas dalam rangka mempercepat terwujudnya norma keluarga kecil
bahagia sejahtera (NKKBS).
b.
Peranan lintas sektoral dan lintas
program berpengaruh dalam keberhasilan posyandu.
c.
Peningkatan peran serta aktif masyarakat
akan meningkatkan daya guna dan hasil guna posyandu.
d.
Alih teknologi, swakelola masyarakat
merupakan aspek dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Pada
pelaksanaanya, posyandu melibatkan tugas puskesmas, petugas BKKBN sebagai
penyelenggara pelayanan professional dan peran serta masyarakat secara
aktif dan positif sebagai penyelenggara
pelayanan nonprofesional serta terpadu dalam rangka alih teknologi dan
swakelola masyarakat.
Dari
segi petugas puskesmas:
1.
Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan
dan pembinaan PKMD.
2.
Perencanaan terpadu tingkat puskesmas (
microplanning) lokakarya mini
3.
Pelaksanaan melaluisistem meja 5 dan
alih teknologi
Dari segi masyarakat:
1.
Kegiatan swadaya masyarakat yang
diharapkan adanya kader kesehatan
2.
Perencanaan melalui musyawarah
masyarakat desa
3.
Pelaksanaan melalui system 5 meja
Dukungan lintas sektoral sangat
diharapkan mulai tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan, bahkan penilayan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, baik baik dalam segi
motivasi maupun teknis dari masing-masing sector.
Posyandu pasca- otonomi daerah mrenjadi
mati suri . hal ini disebabkan banyaknya daerah yang beranggapan bahwa posyandu
bukanlah sektos strategis. Akibatnya, pemerintah daerah setempat tidak
menjadikan posyandu sebagai program prioritas dibidang kesehatan sekalikus
mengalokasikan anggaran yang cukup. Merebaknya kasus balita bergizi buruk pada
tahun 2005 berujung pada revitalisasi posyandu. Di jawa timur mulai tahun 2006
posyandu ditetapkan sebagai program utama, bahkan telah menganggarkan alokasi
dana APBD yang cukup besar. Dana tersebut difokuskan pada pemberian uang
insentif bagi kader posyandu, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bagi balita, dan
melengkapi sarana prasarana diposyandu seperti alat timbangan dan lainya.
Daerah juga mulai kreatif dalam
mengombinasikan program posyandu tidak semata-mata kegiatan pembinaan balita
dan PMT, tetapi posyandu mulai dibangun dengan kegiatan Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) atau simpan pinjam untuk kegiatan ekonomi produktif . kemudian
kegiatan tersebut lebih dikenal dengan nama posyandu terpadu.
2.
PRIMARY
HEALTH CARE
Primary health care (PHC) merupakan hasil
pengkajian, pemikiran dan pengalaman dalam pembangunan kesehatan di banyak
Negara yang diawali dengan kampanye missal pada tahun 1950-an dalam
pemberantasan penyakit menular. Pada tahun 1960, tegnologi kuratif dan
preventif mengalami kemajuan. Oleh karena itu timbul pemikiran untuk
mengembangkan konsep upaya dasar kesehatan. Tahun 1977, pada siding kesehatan
dunia dicetuskan kesepakatan untuk melahirkan “health for all by the year
2000”, Yang sasaran utamanya dalam bidang social pada tahun 2000 adalah
“tercapainya derajat kesehatan yang memungkinkan setiap orang hidup produktif,
baik secara social maupun ekonomi”.
PHC adalah pelayanan kesehatan pokok berdasarkan
kepada metode dan teknologi praktis, ilmiah, dan social yang dapat diterima
secara umum, baik oleh individu maupunkeluarga dalam masyarakat, melalui
partisipasimereka sepenuhnya, serta biaya yang dapat dijangkau oleh masyarakat
dan Negara untuk memelihara setiap tingkat perkembangan mereka dalam semangat
untuk hidup mandiri (self reliance) dan menentukan nasip sendiri ( self
determination).
Tujuan Primary Health Care (PHC) dibedakan menjadi
dua, yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan umum, yaitu mencoba menemukan
kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan yang diselenggarakan, sehingga akan
tercapai tingkat kepuasan pada masyarakat yang menerima pelayanan .
2.
Tujuan khusus yaitu:
a.
Pelayanan harus mencapai keseluruhan
penduduk yang dilayani
b.
Pelayanan harus dapat diterima oleh
penduduk yang dilayani
c.
Pelayanan harus berdasarkan kebutuhan
medis dari populasi yang dilayani
d.
Pelayanan harus secara maksimal
menggunakan tenaga dan sumber-sumber daya lain dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat.
PHC hendaknya memenuhi
fungsi-fungsi sebagai berikut:
1.
Pemeliharaan kesehatan
2.
Pencegahan penyakit
3.
Diagnosis dan pengobatan
4.
Pelayanan tindak lanjut
5.
Pemberian sertifikat
Tiga unsur utama PHC YAITU:
1.
Mencakup upaya-upaya dasar kesehatan
2.
Melibatkan peran serta masyarakat
3.
Melibatkan kerja sama lintas sektoral
Dalam pelaksanaan PHC paling sedikit harus memiliki
8 elemen, antara lain sebagai berikut.
1.
Pendidikan mengenai masalah kesehatan
dan cara pencegahan penyakit serta pengendalian.
2.
Peningkatan penyediaan makanan dan
perbaikan gizi
3.
Penyediaan air bersih dan sanitasi dasar
4.
Kesehatan ibu dan anak termasuk Keluarga
Bencana
5.
Imunisasi terhadap penyakit-penyakit
infeksi utama
6.
Pencegahan dan penggendalian penyakit
edemik setempat
7.
Pengobatan penyakit utama dan ruda paksa
8.
Penyediaan obat-obat esensial
Ciri-ciri PHC antara lain:
1.
Pelayanan yang utama dan intim dengan
masyarakat
2.
Pelayanan yang menyeluruh
3.
Pelayanan yang terorganisasi
4.
Pelayanan yang mementingkan kesehatan
individu maupun masyarakat
5.
Pelayanan yang berkesinambungan
6.
Pelayanan yang progesif
7.
Pelayanan yang berorientasi kepada
keluarga
8.
Pelayanan tidak berpandangan kepada
salah satu aspek saja
Tanggung jawab perawat dalam PHC lebih
dititikberatkan kepada hal –hal sebagai berkut:
1.
Mendorong partisipasi aktif masnyarakat
2.
Kerja sama dengan masyarakat, keluarga
dan individu
3.
Mengajarkan konsep kesehatan dasar dan
teknik asuhan diri sendiri pada masyarakat
4.
Memberikan bimbingan dan dukungan kepada
petugas pelayanan kesehatan dan kepada masyarakat
5.
Koordinasi kegiatan pengembangan
kesehatan masyarakat.
sumber : Buku Wahid Iqbal Mubaraq Jilid 1