Minggu, 23 Desember 2012

7 LP Jiwa


LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
HALUSINASI

A.    Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren/ persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Menurut Varcarolis (2006: 393), halusinasi dapat didefenisikan sebagai terganggunya proses sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus.
B.     Penyebab
1.      Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a.       Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1)                  Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2)                  Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3)                  Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b.      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
c.       Sosial Budaya
            Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
2.      Faktor Presipitasi
      Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a.       Biologis
            Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b.      Stress lingkungan
            Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c.       Sumber koping
            Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
C.    Manifestasi Klinis
1.      Bicara, senyum dan tertawa sendiri
2.      Menarik diri dan menghindar dari orang lain
3.      Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan tidak nyata
4.      Tidak dapat memusatkan perhatian
5.      Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan lingkungannya), takut
6.      Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung
(Budi Anna Keliat, 2005)
D.    Akibat
            Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006). Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri sendiri maupuan orang lain.
            Seseorang yang dapat beresiko melakukan tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan perilaku :
            Data subjektif :
a.       Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam
b.      Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir
Data objektif :
a.       Wajah tegang, merah
b.      Mondar-mandir
c.       Mata melotot rahang mengatup
d.      Tangan mengepal
e.       Keluar keringat banyak
f.       Mata merah
E.     Penatalaksanaan
            Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1.        Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan
2.        Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
3.        Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
4.        Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
5.        Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

F.     Pohon Masalah
Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Harga Diri Rendah
Perubahan sensori perseptual: halusinasi

Isolasi Sosial : Menarik Diri
 










                                                                                 
G.    Asuhan Keperawatan
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.


4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b)                  Konsep diri
c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
a)                     Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                     Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c)                     Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d)                    Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e)                     Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9.      Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12.  Daftar masalah keperawatan
a)                  Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b)                  Perubahan sensori perseptual : halusinasi
c)                  Isolasi sosial : menarik diri
H.    Analisa data
No
Data Subyektif
Data Obyektif
1.




2.








3.

Klien mengatakan melihat atau mendengar sesuatu. Klien tidak mampu mengenal tempat, waktu, orang.



Klien mengatakan merasa kesepian.
Klien mengatakan tidak dapat berhubungan sosial.
Klien mengatakan tidak berguna.






Klien mengungkapkan takut.
Klien mengungkapkan apa yang dilihat dan didengar mengancam dan membuatnya takut.
Tampak bicara dan ketawa sendiri.
Mulut seperti bicara tapi tidak keluar suara.
Berhenti bicara seolah mendengar atau melihat sesuatu. Gerakan mata yang cepat.

Tidak tahan terhadap kontak yang lama.
Tidak konsentrasi dan pikiran mudah beralih saat bicara.
Tidak ada kontak mata.
Ekspresi wajah murung, sedih.
Tampak larut dalam pikiran dan ingatannya sendiri.
Kurang aktivitas.
Tidak komunikatif.

Wajah klien tampak tegang, merah.
Mata merah dan melotot.
Rahang mengatup.
Tangan mengepal.
Mondar mandir.


I.       Diagnosa
            Diagnosa keperawatan yang dapat ditarik dari pohon masalah tersebut adalah :
1.                  Gangguan persepsi sosial: Halusinasi
2.                  Isolasi sosial: Menarik Diri
3.                  Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
J.      Intervensi
K.    Daftar Pustaka
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.
Rasmun. 2001. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa (Terjemahan). Jakarta: EGC.






LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A.    Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk  melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008).
B.     Penyebab
1.      Faktor Predisposisi
a.       Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau perilaku kekerasan,contohnya : pada masa anak-anak yang mendapat perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan
b.      Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan perilaku yang wajar
c.       Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar
d.      Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi perilaku kekerasan
2.      Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan  dengan (Yosep, 2009):
a.       Ekspresi diri, ingin menunjukkan  eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b.      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
c.       Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d.      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e.       Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f.       Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga.
C.    Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1.                  Fisik
a.       Muka merah dan tegang
b.      Mata melotot/ pandangan tajam
c.       Tangan mengepal
d.      Rahang mengatup
e.       Postur tubuh kaku
2.                  Verbal
a.       Bicara kasar
b.      Suara tinggi, membentak atau berteriak
c.       Mengancam secara verbal atau fisik
d.      Mengumpat dengan kata-kata kotor
e.       Suara keras
3.                  Perilaku
a.       Melempar atau memukul benda/orang lain
b.      Menyerang orang lain
c.       Melukai diri sendiri/orang lain
d.      Merusak lingkungan
e.       Amuk/agresif
4.                  Emosi
a.       Tidak adekuat
b.      Tidak aman dan nyaman
c.       Rasa terganggu, dendam dan jengkel
d.      Tidak berdaya
e.       Bermusuhan
5.                  Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6.                  Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain,  menyinggung perasaan orang lain, tidak perduli dan kasar.
7.                  Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8.                  Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
D.    Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
E.     Penatalaksanaan
1.      Farmakologi
a.       Obat anti psikosis        : Phenotizin
b.      Obat anti depresi         : Amitriptyline
c.       Obat anti ansietas        : Diazepam, Bromozepam, Clobozam
d.      Obat anti insomnia      : Phneobarbital
2.      Terapi modalitas
a.       Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan memberikan perhatian :
1)                  BHSP
2)                  Jangan memancing emosi klien
3)                  Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan keluarga
4)                  Beri kesempatan pasien mengemukakan pendapat
5)                  Dengarkan, bantu, dan anjurkan pasien untuk mengemukakan masalah yang dialami
b.      Terapi kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c.       Terapi musik
Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.
F.      Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perilaku kekerasan
 

                                                                                           PPS: Halusinasi
 


Regimen terapeutik inefektif
Harga Diri Rendah Kronis
Isolasi Sosial


Koping keluarga tidak efektif
Berduka disfungsional



G.    Askep
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b)                  Konsep diri
c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah


6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
a)                  Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b)                  Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c)                  Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d)                 Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e)                  Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
13.  Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
14.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
15.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.


16.  Daftar masalah keperawatan
a)      Perilaku kekerasan
b)      Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c)      Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d)     Harga diri rendah kronis
e)      Isolasi social
f)       Berduka disfungsional
g)      Penatalaksanaan regimen teurapeutik inefektif
h)      Koping keluarga inefektif
H.    Intervensi
I.       Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., 2005, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat (terjemahan), Widya Medika, Jakarta
Keliat, B.A., 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.
Stuart dan sundeen. 2004. Buku Saku Keperawatan Jiwa : Jakarta. EGC
Maramis, W.f. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga University Press.






LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
ISOLASI SOSIAL

A.    Pengertian
Isolasi social adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak (Carpenito, 2008).
Isolasi social adalah suatu sikap individu menghindari diri dari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilanngan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau kegagalan (Yosep, 2009, hlm.229).
Isolasi social adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. (Keliat dan Kemat, 2009, hlm. 93).
B.     Penyebab
1.      Faktor Predis Posisi
Beberapa faktor pendukung yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah :
a.       Faktor Perkembangan
Kurangnya stimulasi, kasih sayang, perhatian dan kehangatan dari ibu / pengasuh kepada bayi akan memberikan rasa tidak aman yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya.
b.      Faktor komunikasi dalam keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan tingkah laku. Sikap bermusuhan / hostilitas. Sikap mengancam dan menjelek – jelekkan anak. Ekspresi emosi yang tinggi. Orang tua atau anggota keluarga sering berteriak, marah untuk persoalan kecil / spele, sering menggunakan kekerasan fisik untuk mengatasi masalah, selalu mengkritik, mengkhayalkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan pendapatnya tidak memberi pujian atas keberhasilan anak .
c.       Faktor sosial budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan berhubungan. Contoh : Individu yang berpenyakit kronis, terminal, menyandang cacat atau lanjut usia. Demikianlah kebudayaan yang mengizinkan seseorang untuk tidak keluar ruman (pingit) dapat menyebabkan isolasi sosial.
d.      Faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, insiden tertinggi skizofrenia di temukan pada keluarganya yang anggota keluarga menderita skizofrenia.
2.      Faktor Presipitasi
Stresor presipitas terjadi isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor Internal maupun eksternal meliputi.
a.       Stressor sosial budaya
Stressor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan stabilitas keluarga seperti : perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai kehilangan pasangan pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara . 
b.      Stressor Giokimic
Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta traktus saraf dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia
c.       Stressor biologic dan lingkungan sosial
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara individu, lingkungan, maupun biologis.
d.      Stressor psikologis
Kecemasan yang tertinggi akan menyebabkan menurunya kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain. Ego pada klien psikotik mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stres. Hal ini berkaitan dengan adanya masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase sinibiotik sehingga perkembangan psikologis individu terhambat.
1)                  Hubungan ibu dan anak
Ibu dengan kecemasan tinggi akan mengkomunikasikan kecemasannya pada anak, misalnya dengan tekanan suara yang tinggi, hal ini membuat anak bingung, karena belum dapat mengklasifikasikan dan mengartikan pasien tersebut.
2)                  Dependen versus Interdependen
Ibu yang sering membatasi kemandirian anak, dapat menimbulkan konflik, di satu sisi anak ingin mengembangkan kemandiriannya.
C.    Manifestasi Klinis
1.      Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
2.      Menghidar dari orang lain (menyendiri)
3.      Klien tampak memisahkan diri dari orang lain misalnya pada saat makan.
4.      Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri.
5.      Komunikasi kurang / tidak ada.
6.      Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
7.      Tidak ada kontak mata : klienlebih sering menunduk.
8.      Mengurung diri di kamar / tempat terpisah, klien kurang dalam mobilitas.
9.      Menolak berhubungan dengan orang lain.
10.  Tidak melakukan kegiatan sehari-hari, artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
D.    Akibat
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori halusinasi (Townsend, M.C, 1998 : 156). Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada (Johnson, B.S, 1995:421). Menurut Maramis (1998:119) halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik, gangguan fungsional, organik atau histerik.
E.     Penatalaksanaan
1.      Farmakoterapi
2.      Terapi fisik ECT (Elektro Compution Teraphy)
3.      Terapi psikologi
4.      Terapi social
5.      Bila serangan pertama
a)      Membangkitkan dan diagnosis
b)     Pemeriksaan psikologi
c)    Pemeriksaan kimia rutin, skrinning, roksikologi, VDRL dan uji fungsi tiroid
d)    Elektroensefologram (untuk menyingkirkan epilepsy logus temperralit, neoplasma)
(Buku saku psiatri, penerbit buku kedokteran EGC)

F.     Pohon Masalah
                        Gangguan sensori persepsi :Halusinasi

                                                 Isolasi Sosial
 

                        Gangguan Konsep Diri (Harga Diri Rendah)
G.    Askep
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
e)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
f)                   Konsep diri
g)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
h)                  Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
f)                   Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
g)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
h)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
i)                    Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
j)                    Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9.      Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12.  Daftar masalah keperawatan
a)      Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
b)      Isolasi sosial
c)      Gangguan konsep diri : harga diri rendah
H.    Intervensi
I.       Daftar Pustaka
Marlindawani, Jeney, 2002, Asuhan keperawatan pada klien dengan masalah Psikososial dengan gangguan jiwa
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.









LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
DEFISIT PERAWATAN DIRI

A.    Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Deficit perawatan diri pada pasien dengan gagguan jiwa merupakan deficit peraatan diri yang terjadi akibat adanya perubahan proses pikir  sehingga kemampuan untuk melakukan aktivitas perawatan diri menurun (Keliat dan akemat 2007).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
B.     Penyebab
1.      Faktor prediposisi
a.       Perkembangan
Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
b.      Biologis
Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan diri.


c.       Kemampuan realitas turun
Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
d.      Sosial
Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
2.      Faktor presipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene adalah:
a.       Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
b.      Praktik Sosial
Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.



c.       Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d.      Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
e.       Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f.       Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain- lain.
g.      Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya
C.    Manifestasi Klinis
1.      Fisik:
-          Badan bau, pakaian kotor
-          Rambut dan kulit kotor
-          Kuku panjang dan kotor
-          Gigi kotor disertai mulut yang bau
-          Penampilan tidak rapi

2.      Psikologis
-          Malas, tidak ada inisiatif
-          Menarik diri, isolasi diri
-          Merasa tak berdaya, rendah diri, dan merasa hina
3.      Social
-          Interaksi kurang
-          Kegiatan kurang
-          Tidak mampu berprilaku sesuai norma
-          Cara makan tidak teratur, BAB dan BAK disembarang tempat , gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri
D.    Akibat
Dampak yang ditimbulkan dengan keadaan defisit perawatan diri seperti  pasien dikucilkan di dalam keluarga atau masyarkat sehingga terjadi isolasi sosial dan bahkan kehilangan kemampuan dan motivasi dalam melakukan perawatan terhadap tubuhnya.
E.     Penatalaksanaan
1.      Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri
-          Bina hubungan saling percaya
-          Bicarakan tentang pentingnya kebersihan
-          Kuatkan kemampuan klien merawat diri
2.      Membimbing dan menolong klien merawat diri
-          Bantu klien merawat diri
-          Ajarkan keterampilan secara bertahap
-          Buatkan jadwal kegiatan setiap hari
3.      Ciptakan lingkungan yang mendukung
-          Sediakan perlengkapan yang diperlukan untuk melakukan perawatan diri
-          Dekatkan peralatan agar mudah dijangkau oleh klien
-          Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
F.     Pohon Masalah
Defisit perawatan diri
Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
Isolasi sosial
Kebersihan diri tidak adekuat (BAB/BAK, Makan minum dan berdandan)
 









G.    Askep
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b)                  Konsep diri
c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9.      Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12.  Daftar masalah keperawatan
a)      Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
b)      Isolasi Sosial
c)      Defisit Perawatan Diri : kebersihan diri, berdandan, makan, BAB/BAK
H.    Intervensi
I.       Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Keliat. B.A. 2006. Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Perry, Potter. 2005 . Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Rasmun S. Kep. M 2004. Seres Kopino dan Adaptasir Toors dan Pohon Masalah Keperawatan. Jakarta : CV Sagung Seto
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda, 2005 – 2006. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, GW. 2002. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 5. Jakarta: EGC.





LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
HARGA DIRI RENDAH

A.    Pengertian
Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisis seberapa sesuai perilaku dengan ideal diri (Stuart, 2005)
Harga diri rendah adalah cenderung untuk memilih dirinya negative dan merasa lebih rendah dari orang lain (Hamid Achir Yani, 2005)
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggung jawab pada kehidupannya sendiri (Yoeddhas, 2010)
B.     Penyebab
1.      Faktor Predisposisi
a.       Faktor yang memiliki harga diri meliputi pendataan orang lain, harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b.      Faktor yang mempengaruhi penampilan peran adalah peran seks, tuntutan peran kerja, harapan peran kultural.
c.       Faktor yang mempengaruhi identitas personal, meliputi ketidak percayaan orang tua tekanan dari kelompok sebaya, perubahan dalam stuktural sosial.
2.      Faktor Presipitasi 
a.       Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
b.      Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana individu  mengalaminya sebagai frustasi
c.       Transisi Peran situasi adalah terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran dan kematian
d.      Transisi peran sehat sakit akibat pergeseran dari keadaan sehat ke sakit dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran bentuk, penampilan, fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan tumbang normal moral dan prosedur medis keperawatan
C.    Manifestasi Klinis
Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala harga diri rendah yaitu :
1.       Merasa dirinya lebih rendah dari orang lain
2.       Mengkritik diri sendiri dan orang lain
3.       Gangguan dalam berhubungan
4.       Rasa diri penting yang berlebihan
5.       Perasaan tidak mampu
6.       Rasa bersalah
7.       Pandangan hidup yang pesimis
8.       Penolakan terhadap kemampuan personal
9.       Menarik diri secara social
10.   Khawatir dan menarik diri dari realitas
D.    Akibat
Harga diri rendah dapat membuat klien menjdai tidak mau maupun tidak mampu bergaul dengan orang lain dan terjadinya isolasi sosial : menarik diri. Isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptive, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial (DEPKES RI, 1998 : 336).

E.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan klien dengan harga diri rendah meliputi:
a.       Farmakologi.
b.      Terapi lain seperti terapi psikomotor, terapi rekreasi, terapi tingkah laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi lingkungan, terapi aktivitas kelompok yang tujuannya adalah memperbaiki perilaku klien dengan harga diri rendah.
c.       Rehabilitasi sebagai suatu refungsionalisasi (kembali memfungsikan) dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1998) penatalaksanaan pada klien dengan gangguan konsep diri berfokus pada tingkat penilaian kognitif terhadap kehidupan yang terdiri dari :
1.      Persepsi
2.      Kesadaran klien akan emosi dan perasaan
3.      Menyadari masalah dan perubahan sikap
Prinsip asuhan keperawatan yang diberikan terlihat dari kemajuan klien meningkatkan dari satu tingkat ke tingkat berikutnya yaitu :
1.      Meluaskan kesadaran diri yaitu dengan meningkatkan hubungan keterbukaan dan saling percaya.
2.      Menyelidiki dan mengeksplorasi diri (self exploration) yaitu membantu klien untuk menerima perasaan dan pikirannya.
3.      Perencanaan realita  (realita planing) membantu klien bahwa hanya saja di yang dapat merubah bukan rang lain.
4.      Tanggung jawab bertindak (comitment to action) membantu klien melakukan tindakan yang perlu untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon adaptif.
F.     Pohon Masalah
Defisit Perawatan Diri
Gangguan konsep diri: Harga diri rendah
Gangguan interaksi sosial
Isolasi sosial : menarik diri

Penurunan motivasi merawat diri

 






                                                                                                    Core Problem
Gangguan citra tubuh

 



G.    Askep
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b)                  Konsep diri
c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9.      Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12.  Daftar masalah keperawatan
a)      Isolasi social: Menarik Diri
b)      Gangguan Konsep Diri: Harga Diri Rendah
c)      Perilaku Kekerasan
d)     Koping Individu Tidak Efektif
e)      Perubahan Persepsi Sensori
f)       Tidak Efektifnya Penatalaksanaan regimen terapeutik
g)      Koping Keluarga Tidak Efektif
H.    Intervensi
I.       Daftar Pustaka
Keliat,Budi A. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha Medika Press.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan & Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7 Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
WAHAM

A.    Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat terus-menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan. (Budi Anna Keliat, 2006)
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal. (Stuart dan sundeen, 2004)
Waham adalah keyakinan yang salah dan menetap dan tidak dapat dibuktikan dalam kenyataan. (Harold K, 2004)
B.     Penyebab
1.      Faktor Predisposisi
·         Genetis : diturunkan, adanya abnormalitas perkembangan sistem syaraf yang berhubungan dengan respon biologis yang maladaptif.
·         Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan korteks limbic.
·         Neurotransmitter : abnormalitas pada dopamine, serotonin, dan glutamat.
·         Virus : paparan virus influensa pada trimester III
·         Psikologis : ibu pencemas, terlalu melindungi, ayah tidak peduli.
2.      Faktor Presipitasi
·         Proses pengolahan informasi yang berlebihan
·         Mekanisme penghantaran listrik abnormal
·         adanya gejala pemicu


C.    Klasifikasi Waham
1.      Waham Agama
Keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan dan diucapkjan secra berulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan
2.      Waham Kebesaran
      Keyakinan klien yang berlebihan terhadap kemampuan yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
3.      Waham Somatik
Klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
4.      Waham Curiga
Klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
5.      Waham Sisip Fikir
Klien yakin bahwa ada fikiran orang lain yang disisipkan/dimasukkan kedalam fikiran yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
6.      Waham Nihilistik
Klien yakin bahwa dirinya sudah tidak didunia/meninngal yang disampaikan secara berulang yang tidak sesuai kenyataan
7.      Waham Siar Fikir
Klien yakin bahwa ada orang lain mengetahui apa yang dia butuhkan walaupun dia tidak menyatakan pada orang tersebut apa yang dinyatakan secara berulang dan tidak sesuai kenyataan

D.    Manifestasi Klinis
Menurut Azis (2003), tanda dan gejala yang dihasilkan atas penggolongan waham, yaitu:
1.                  Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan
2.                  Klien tampak tidak mempunyai orang lain
3.                  Curiga
4.                  Bermusuhan
5.                  Merusak (diri, orang lain, lingkungan)
6.                  Takut, sangat waspada
7.                  Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
8.                  Ekspresi wajah tegang
9.                  Mudah tersinggung
E.     Akibat
Klien dengan waham dapat berakibat terjadinya resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
F.     Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Kerusakan komunikasi verbal
                                                                                                  
Perubahan isi pikir: waham
Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Core problem
 







G.    Askep
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b)                  Konsep diri
c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah


6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9.      Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.

12.  Daftar masalah keperawatan
a)      Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b)      Kerusakan komunikasi : verbal
c)      Perubahan isi pikir : waham
d)     Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
H.    Intervensi
I.       Daftar Pustaka
Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003
Santoso, Budi. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Nanda. Jakarta : Prima Medika.
Stuart, G.W. dan Sundden, S.J. ( 2006). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC
Keliat Budi A. Proses keperawatan kesehatan jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC. 2006
Yosep Iyus, 2009, Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi, Bandung : Refika Aditama










LAPORAN PENDAHULUAN (LP)
RESIKO BUNUH DIRI

A.    Pengertian
Bunuh diri adalah suatu keadaan di mana individu mengalami risiko untuk menyakiti diri sendiri atau tindakan yang dapat mengancam jiwa (Stuart dan Sundeen, 1995 dalam Fitria, 2009).
Bunuh diri adalah suatu upaya yang disadari dan bertujuan untuk mengakhiri kehidupan, individu secara sadar berhasrat dan berupaya untuk mewujudkan hasratnya untuk mati. Perilaku bbunuh diri ini meliputi isyarat-isyarat, percobaan atau ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka, atau menyakiti diri sendiri (Clinton, 1995 dalam Yosep, 2010).
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada kematian (Gail w. Stuart, 2007. Dikutip Dez, Delicious, 2009.)
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi. (Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ).
B.     Penyebab
1.      Faktor predisposisi
Lima factor predisposisi yang penunjang pemahaman perilaku destruktif diri sepanjang siklus kehidupan (Fitria, 2009):
a.       Diagnosa Psikiatrik. Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri mempunyai ganggguan jiwa (ganggan afektif, penyalagunaan zat, dan skizofrenia).
b.      Sifat Kepribadian. Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan risiko bunuh diri adalah antipasti, impulsive, dan depresi.
c.       Lingkungan Psikososial. Diantaranya adalah pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kkejadian negative dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
d.      Riwayat Keluarga. Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor penting yang dpaat menyebabkan seseorang melakukan tinfdakan bunuh diri.
e.       Faktor Biokimia. Data menunjukkan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terdapat peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotonin, adrenalin, dan dopamine yang dapat dilihat dengan EEG.
Menurut Iyus Yosep (2010), terdapat beberapa factor yang berpengaruh dalam bunuh diri, anatara lain:
a.       Faktor mood dan biokimia otak.
b.      Faktor riwayat gangguan mental.
c.       Faktor meniru, imitasi, dan factor pembelajaran.
d.      Faktor isolasi sosial dan human relations.
e.       Faktor hilangnya rasa aman dan ancaman kebutuhan dasar.
f.       Faktor religiusitas.
2.      Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif dapat ditimbulkan oleh stress yang berlebihan yang dialami oleh individu. Pencetusnya seringkali kejadian hidup yang memalukan, melihat atau membaca melalui media tentang orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri (Fitria, 2009).

C.    Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009) :
1.      Mempunyai ide untuk bunuh diri.
2.      Mengungkapkan keinginan untuk mati.
3.      Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.
4.      Impulsif.
5.      Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).
6.      Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.
7.      Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8.      Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan diri).
9.      Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan menyalahgunakan alcohol).
10.  Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
11.  Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam karier).
12.  Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.
13.  Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).
14.  Pekerjaan.
15.  Konflik interpersonal.
16.  Latar belakang keluarga.
17.  Orientasi seksual.
18.  Sumber-sumber personal.
19.  Sumber-sumber social.
20.  Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.
D.    Akibat
Resiko yang mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah mencederai diri dan lingkungan dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri pada diri sendiri.
E.     Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian bedah. Dilakukan pengobatan terhadap luka-luka atau keadaan keracunan, kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan medis. Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan bunuh diri. Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka dapat dilakukan evaluasi psikiatri. Tidak adanya hubungan beratnyagangguan badaniah dengan gangguan psikologik. Penting sekali dalam pengobatannya untuk menangani juga gangguan mentalnya. Untuk pasien dengan depresi dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan psikoterapi.
F.     Pohon Masalah
BUNUH DIRI
RISIKO BUNUH DIRI

ISOLASI SOSIAL
HARGA DIRI RENDAH KRONIS
(Fitria, 2009)

G.    Askep
1.      Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS (masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat klien.
2.      Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan perkembangan yang dicapai.
3.      Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4.      Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tanda-tanda vital (TD, Nadi, Suhu, Pernafasan, TB, BB) dan keluhan fisik yang dialami oleh klien.
5.      Aspek psikososial
a)                  Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b)                  Konsep diri
c)                  Hubungan social dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok, yang diikuti dalam masyarakat
d)                 Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah
6.      Status mental
Nilai klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi, proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi, dan berhitung.
7.      Kebutuhan persiapan pulang
a)                  Kemampuan makan klien dan menyiapkan serta merapikan lat makan kembali.
b)                  Kemampuan BAB, BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan merapikan pakaian.
c)                  Mandi dan cara berpakaian klien tampak rapi.
d)                 Istirahat tidur kilien, aktivitas didalam dan diluar rumah.
e)                  Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksinya setelah diminum.
8.      Mekanisme koping
Malas beraktivitas, sulit percaya dengan orang lain dan asyik dengan stimulus internal, menjelaskan suatu perubahan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
9.      Masalah psikososial dan lingkungan
Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.
10.  Pengetahuan
Didapat dengan wawancara klien dan disimpulkan dalam masalah.
11.  Aspek medik
Diagnose medis yang telah dirumuskan dokter, therapy farmakologi, psikomotor, okopasional, TAK dan rehabilitas.
12.  Daftar masalah keperawatan
a)      Risiko bunuh diri.
b)      Bunuh diri.
c)      Isolasi sosial.
d)     Harga diri rendah.
(Fitria, 2009).
H.    Intervensi
I.       Daftar Pustaka
Keliat A. Budi, Akemat. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar Dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP) Untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat Bagi Program S1 Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
Yosep, Iyus. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Jenny., dkk. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Sujono & Teguh. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Graha Ilmu.